Eropa, Sasaran Tahun Ini

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
9/3/2016, 07.00 WIB

Mengapa beberapa kebijakan kita masih dianggap protektif?

Perubahan ini pasti bertahap dan tidak akan sekaligus. Kenyataannya perubahan haluan atau reformasi pasti bertahap dan tidak akan serentak. Ada industri dan kementerian serta lembaga yang lebih siap maka harus bergerak duluan. Ada yang lain belum siap, kita negosiasi supaya mereka bisa siap belakangan.

Selain TPP, apa target kerjasama perdagangan lainnya?

Tahun ini target saya EFTA dengan empat negara Eropa, lalu dengan Australia.

Apa keuntungan dari perjanjian kerjasama itu?

Kita mesti lihat komplementaritas (pelengkap) ekonomi kita dengan ekonomi mitra dagang. Kalau struktur ekonomi kita mirip seperti demografik muda dan upah minimum rendah maka akan kompetitif (perjanjian kerjasamanya). Tapi kalau mitranya negara kaya dan high tech, atau bukan negara tropis seperti Eropa, maka mereka tidak mungkin bersaing di bidang pengembangan buah nanas atau mangga. Di sisi lain kita tidak mungkin bersaing di buah cherry dan anggur. Jadi negara NORDIC dan tropis itu cenderung komplementer karena kita tidak bersaing di sektor agrikultur.

Begitu pula dengan negara kaya dan negara berkembang juga cenderung komplementer. Misalnya mereka mengembangkan Airbus dan Boeing, kita mengembangkan (pesawat) CN 235, dan lalu ada meubel IKEA. Kita pilih yang komplementer dalam melakukan FTA (perjanjian perdagangan bebas). Empat negara anggota EFTA itu negara kaya semua. Bahkan Ibu Susi (Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan) bilang, sangat welcome impor ikan salmon dari Norwegia karena ikan itu tidak mungkin berkembang biak di sini. Tapi, asalkan kita boleh ekspor ikan dan makanan laut ke sana. Itu contoh komplementaritas kita, dan Norwegia itu salah satu anggota EFTA.

Saat ini ekspor seafood kita ke Eropa kena tarif impor 20 persen, bahkan 22,5 persen. Jadi kalau dengan perjanjian EFTA empat negara dan FTA Uni Eropa, tarif ekspor kita akan 0 persen. Itu benefit paling jelas. Masih banyak lagi keuntungan lainnya.

(Baca: Masyarakat ASEAN Picu Pembengkakan Defisit Transaksi Berjalan)

Harga komoditas yang jadi andalan ekspor Indonesia turun. Bagaimana Kementerian Perdagangan memacu ekspor nonmigas?

Ekonomi Indonesia 10 tahun dari sekarang akan sulit dibayangkan dan sulit mengenalinya. Contohnya seperti tahun 1999-2000, apa terbayang komoditas batubara akan sebesar itu. Contoh perusahaannya Bumi Resources atau Adaro. Atau apakah terbayang bahwa industri sawit akan sebesar itu. Nah lucunya dan mungkin sulit dipercaya, saya lihat tren mulai 10 tahun dari sekarang yang akan jadi raksasa adalah industri fashion. Apalagi yang jadi tren semacam H&M, Zara, lalu Uniqlo.

Kemarin saya mendampingi Presiden ke (kantor pusat) H&M. Ikut serta desainer indonesia yang rising star dan salah satunya adalah artis Eko Nugroho asal Yogyakarta. Salah satu lukisannya dijadikan selendang oleh Louis Vuitton, harga jualnya 1.000 euro atau Rp 11 juta rupiah. Saya melihat demografi dan kerajinan kita di bidang kesenian sangat compatible dengan fashion. Dengan beralihnya ekonomi Cina dari produksi, investasi, dan ekspor ke konsumsi maka keunggulan kita dari fashion, desain, busana, gaya hidup, serta kuliner bisa sangat berperan. Saat ini nilainya masih kecil, tapi bertumbuh pesat.

Apa lagi sektor nonmigas yang berpotensi meningkatkan ekspor?

Diam-diam ekspor industri perhiasan kita sudah mencapai US$ 5 miliar per tahun dan cenderung tumbuh 15 sampai 20 persen per tahun. Berarti tumbuh dua kali lipat setiap 3,5 tahun atau 4 tahun. Kelipatannya nanti bisa US$ 5 miliar, US$ 10 miliar, hingga US$ 20 miliar per tahun. Hal itu tidak banyak diperhatikan orang karena semua melihatnya ekspor sawit dan batubara.

Kalau ekspor perhiasan mencapai US$ 20 miliar dalam satu tahun maka itu sudah melampaui ekspor sawit. Industri perhiasan jauh lebih padat karya ketimbang sawit dengan nilai tambah lebih besar. Kalau trennya tumbuh seperti ini terus maka akan menjadi cukup besar dan akan mengubah total struktur perekonomian, seperti struktur ekspor dan perdagangan. Industri lain yang membantu ekspor adalah industri makanan minuman.

Halaman:
Reporter: , Metta Dharmasaputra, Ameidyo Daud Nasution