Bagaimana kesiapan mengelola Blok Mahakam pasca 2017?
Saat ini proses masa transisi. Kami sudah membentuk Tim Pengambilalihan Pengelolaan Mahakam (TPPM). Yang belum jelas adalah apakah Total dan Inpex masih akan ikut memiliki hak kelola setelah 2017.
Dalam pertemuan terakhir, Total telah menyampaikan bahwa mereka perlu mengkaji persyaratan pengelolaan. Tapi, mereka sudah berkomitmen bahwa proses transisi harus berjalan sebaik-baiknya. Bagi kami, dalam proses transisi dua tahun ini, kami tidak menunggu-nunggu keputusan dari Total atau Inpex. Kami jalan terus.
Jika Total dan Inpex tidak ikut, Pertamina siap mengelola Mahakam sendirian?
Harus siap, karena itu kontrak Pertamina dan pemerintah. Sekarang ini tidak ada yang tidak jelas, sangat jelas untuk bisa menjalankan (Blok Mahakam) pada 2018.
Pertamina bisa mengajak mitra selain Total dan Inpex?
Izin yang diberikan pemerintah kepada Pertamina adalah boleh share down kepada BUMD dan exsisting operator. Tidak ada izin kepada yang lain. Karena itu, kami tidak menjalin pembicaraan dengan yang lain.
Soal hak kelola untuk daerah, apakah pendanaannya ditanggung Pertamina?
Kami barangkali diminta membantu BUMD agar tidak ditunggangi. Jangan sampai yang memperoleh nikmatnya bukan daerah, tapi investor. Karena itu, tentu ada persyaratan tentang kepemilikan BUMD itu, dan bagaimana Pertamina yang ditugaskan membawanya. Kondisi ini membuat Pertamina harus memikul beban itu, sebab kalau tidak (mau) maka BUMD dimanfaatkan orang lain.
Bagaimana kemampuan pendanaan Pertamina untuk membiayai berbagai investasi?
Saat ini kami memiliki kemampuan investasi sekitar US$ 5 miliar setahun. Sumber pendanaannya, sekitar 30-40 persen dari modal sendiri dan sisanya pinjaman. Kami bisa mem-plot bahwa target investasi upstream sekitar US$ 3 miliar per tahun. Sisanya untuk investasi hilir, seperti investasi kilang.
Seperti di upstream, di hilir kami juga menggandeng mitra. Misalnya, kami punya empat proyek RDMP (Refinery Development Master Plan atau peningkatan kemampuan) kilang, yaitu Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai, yang masing-masing investasinya US$ 4-5 miliar.
Ke depan, kemampuan investasi Pertamina bisa jadi dobel kalau dapat melakukan leverage atas cadangan migas yang menjadi milik negara saat ini. Sebab, dengan cara ini, kemampuan pendanaan Pertamina bertambah besar. Ini tergantung pada kebijakan pemerintah ke depan.
Apakah ini berarti cadangan migas yang kini dipegang SKK Migas sebaiknya menjadi aset Pertamina?
Bagus sekali kalau memang Pertamina sebagai tangan negara dapat memanfaatkan (cadangan migas SKK Migas) untuk berinvestasi membangun kemandirian energi. Kemandirian energi dapat tercapai kalau 80-90 persen kebutuhan energi bisa dipenuhi oleh kemampuan sendiri, bisa dari kilang atau dari hulu migas.
Jadi, kalau memang semua sepakat ingin membangun kedaulatan dan kemandirian energi maka semestinya seluruh kekuatan dan aset, termasuk aset negara kelolaan SKK Migas, bisa diintegrasikan (ke Pertamina). Dengan begitu, aset tersebut dapat meningkatkan kemampuan pendanaan (Pertamina) untuk berinvestasi.
Bagaimana dengan opsi penjualan saham di bursa (IPO) sebagai sumber pendanaan Pertamina?
Penjualan obligasi sudah berjalan. Kalau IPO, kami mendorong anak-anak usaha. Pertamina jangan IPO karena masih dapat keistimewaan sebagai NOC (National Oil Company). Karena itu, anak perusahaan yang didorong (untuk IPO), seperti asuransi Tugu Mandiri, rumah sakit Pertamedika, Patra Jasa, dan drilling service (jasa pengeboran).
Selain itu, sekarang dalam proses menurunkan operasional shipping di induk Pertamina agar menjadi anak usaha untuk go public. Kemudian mendorong IPO Pertamina International EP (PIEP). Tahun ini, Tugu Mandiri dan asuransi itu sudah harus IPO. Kemudian yang lain dalam persiapan, diharapkan bisa sesegera mungkin 1-2 tahun ke depan.
Jadi, untuk Pertamina holding tidak ada rencana IPO?
Sekarang tidak ada, karena itu bisa menciptakan perdebatan yang panjang. Lebih baik yang bawahnya saja. Dengan begitu, pemerintah masih bisa mengendalikan sepenuhnya Pertamina.