Saatnya Investasi Sekarang, Kalau setelah Pandemi Terlambat

Ilustrator: Betaria Sarulina
Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
17/5/2020, 08.09 WIB

Pelaku usaha besar maupun kecil menghadapi tantangan berat akibat dampak Covid-19. Mulai dari penghentian operasional, penurunan pendapatan, efisiensi hingga mengurangi karyawan. Kondisi yang menghimpit ini dianggap lebih berat daripada krisis ekonomi tahun 1997 dan krisis keuangan global tahun 2008.

Namun, di balik tantangan dan masalah itu, masih terbuka peluang di beberapa sektor usaha. Ada juga potensi usaha baru pada masa ‘New Normal' ini dan pasca-Covid-19 nanti.

Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019 Rudiantara mengidentifikasi potensi beberapa sektor usaha di tengah pandemi ini. Bahkan, bisnis startup masih berpeluang terus tumbuh. 

"Investor tidak pernah berhenti. Uang harus cari tempat untuk menghasilkan return yang bagus." katanya saat wawancara khusus dengan Metta Dharmasaputra dari Katadata.co.id, dalam acara Bicara Data Virtual Series bertajuk "New Normal, New Way", Sabtu pagi (16/5).

Dalam wawancara sekitar 45 menit itu, top level executive di beberapa perusahaan ini juga mengungkapkan kesibukannya setelah tak lagi menjadi menteri. Berikut petikannya.

Setelah tidak lagi menjabat menteri, kabarnya Anda malah semakin sibuk. Apa saja kegiatannya?

Saya dan beberapa sahabat sedang melakukan uji klinis kandidat obat Covid-19 di beberrapa rumah sakit di Indonesia. Sepanjang vaksin belum tersedia, virus corona tidak akan pernah hilang. Selalu ada kemungkinan orang terserang Covid-19, jadi harus secepatnya ada ‘obat’.

Kandidat obat ini bukan sintetis, sebab kalau sintetis nanti untuk mendapatkannya harus ada resep dari dokter. Kami mau katakan, obat ini seperti Panadol yang bisa diakses di warung. Jadi masyarakat mudah mengakses. Semoga akhir Juli atau awal Agustus nanti sudah keluar hasil laboratoriumnya.

Jadi obat ini nantinya bisa dikonsumsi banyak orang dengan harga terjangkau?

Iya betul. Konsepnya mempercepat imunitas di tubuh kita untuk menangkal virus ini.

(Baca: Rudiantara Beberkan Peluang Startup Meraih Modal di Tengah Pandemi)

Bagaimana Anda melihat tantangan berat korporasi saat ini, yang juga menghadapi ramalan-ramalan kondisi yang mengerikan ke depan?

Saya melihatnya ada peluang-peluang baru yang justru akan tumbuh. Korporasi terutama berbasis manufaktur, selain permasalahan tenaga kerjanya, tapi juga pasarnya karena demand-nya menurun. Tapi ini tidak terjadi di semua sektor.

Sektor pendidikan misalnya, tetap suatu sektor yang bagus, tetapi cara belajarnya tidak lagi secara fisik orang datang ke sekolah. Apakah ke depan kita masih membutuhkan APBN yang besar untuk membangun kelas? Pasti berkurang.

Berdasarkan data pemerintah, beberapa sektor usaha merosot. Tapi ada juga sektor yang menikmati keuntungan seperti pendidikan, kesehatan, hingga pengelolaan sampah. Bagaimana Anda melihat peluang tersebut?

Sektor yang bergantung pada kehadiran fisik atau pergerakan orang menjadi yang paling terdampak. Pesawat, kendaraan pribadi, kendaraan umum. Makanya pemerintah membuat pengecualian untuk logistik, bahan pokok dan kesehatan. Perjalanan, pariwisata sudah pasti terhenti. 

Suasana Kota Denpasar setelah berlakunya Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/pras.)

Apa yang harus dilakukan oleh perusahaan yang bisnisnya pasti terdampak pandemi dan pembatasan sosial?

Sekarang itu uang tunai bukan hanya raja. Cash is king, queen and jack, kadang-kadang joker. Kan kita mengelola perusahaan berpatokan pada tiga hal, cash flow, laba rugi, dan balance sheet.

Sekarang hanya fokus di cash flow. Ada perusahaan terdampak yang justru profitnya naik. Ini perusahaan yang cash flow-nya bagus, laba rugi-nya bagus. Ini perusahaan yang neracanya tidak bergantung pada fix asset.

Pada platform e-commerce, mereka tidak terlalu besar balance sheet-nya. Justru ini mereka menikmati. Cash naik, laba rugi membaik, meski belum untung tapi kerugian berkurang.

Jadi, fokus keuangan dan cash. Kedua, investasi sumber daya manusia. Sebab, situasi ini akan menyebabkan perubahan ekosistem yang membutuhkan kapabilitas yang berbeda.

(Baca: Pandemi Corona Dorong Bisnis E-Commerce dan Logistik)

Bagaimana perusahaan harus berinvestasi di SDM, padahal di sisi lain banyak perusahaan juga harus memangkas biaya?

Kalau fokusnya pendidikan, upskilling tidak semahal sebelum pandemi. Karena belajarnya virtual, ongkosnya jauh lebih murah. Ada beberapa perusahaan yang menghilangkan biaya transportasi, tetapi menambah biaya komunikasi. Jadi secara keseluruhan, komponen biaya ini bisa diturunkan.

Meski, ini tidak bisa diterapkan ke semua sektor. Manufaktur misalnya, sulit kalau harus dikerjakan jarak jauh, kecuali kita masuk revolusi industri 4.0 secara besar besaran

Halaman: