Dengan kondisi ini, bagaimana potret pariwisata Indonesia ke depan?
Sektor yang menyumbang 7,28 persen terhadap produk domestik bruto nasional ini akan berubah, tidak akan lagi seperti sebelum pandemi. Saya melihat seluruh pemangku kepentingan sedang melakukan persiapan untuk adaptasi kepada pariwisata yang lebih personalize, customize, localize dan smaller in size.
Personalize, lebih pribadi, hanya keluarga dan tidak lagi ikut dalam tur yang besar-besar. Customize, minatnya khusus mungkin wisata berbasis alam bebas. Localize, dia tidak jauh-jauh perginya, mungkin hanya pakai mobil dengan jarak 250 kilometer dari rumah dia. Smaller in size, jumlahnya tidak terlalu masif.
Nah di sini kami mengkalibrasi strateginya. Di samping itu kami harus meningkatkan standar protokol kesehatan agar wisatawan domestik itu nyaman dan aman berwisata lewat CHSE.
Apakah pandemi akan mengubah perilaku wisatawan lokal?
Situasi pandemi ini juga mengubah perilaku wisatawan lokal, mereka akan lebih fokus kepada wisata yang berbasis kesehatan dan keselamatan. Saya yakin wisatawan terutama yang Nusantara akan kembali. Kami juga akan tingkatkan sertifikasi CHSE dan bulan-bulan mendatang akan kami gaspol. Ini agar lebih dari 34 juta pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif tak hanya bertahan, tapi mampu menangkap peluang untuk menjadi pemenang.
Bagaimana strategi anda memajukan daya saing bisnis lokal dan UMKM di Bali Baru?
Pertama kami harus meningkatkan tata kelola yang baik, meningkatkan SDM melalui pelatihan, pendampingan, dan inkubasi sehingga para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki daya saing yang meningkat. Jadi bagaimana good corporate governance-nya, kemampuan manajemen keuangan dan mendorong peningkatan investasi serta akses terhadap pasar secara merata.
Kemenparekraf punya beberapa langkah untuk meningkatkan daya saing pebisnis kita, salah satunya perluasan sertifikasi CHSE. Kedua, kita punya hibah desain, ini keren banget programnya karena banyak usaha kuliner enak produknya tapi kemasannya kurang baik. Jadi kami hibahkan desain untuk kemasannya sehingga lebih menarik. Ini bukan hanya stimulus di industri kulinernya tapi juga untuk industri percetakan untuk kemasan. Jadi ada dua yang kami berdayakan secara sekaligus.
Selanjutnya hibah gerai kuliner. Ini pendampingan berupa revitalisasi tempat usaha karena kadang-kadang gerai ini sudah kumuh, estetikanya kurang, display-nya lemah, fungsi kesehatannya tidak terjaga, dan fungsi produksi serta konsumsi bercampur. Maka gerai kuliner seperti warung, gerobak, dan food truck ini kami upgrade serta akan didesain oleh profesional dan desainer lokal untuk menunjang objek pariwisata berbasis kuliner.
Terkait akses pembiayaan, bagaimana menyelesaikan masalah ini?
Masalah utama UMKM yaitu akses dan kami tingkatkan melalui pelatihan dan pendampingan. Akses terhadap pasar ini juga kami bantu melalui marketplace dan teknologi. Kita harus buka akses sebesar-besarnya bagi mereka karena ada cara baru pembiayaan, ada fintech, perbankan, venture capital, angel investor, dan sebagainya.
Saya yakin semua pengusaha ini punya ketangguhan dan pembiayaan ini bisa melalui sumber alternatif, jangan sampai mereka terjerat pinjol (pinjaman online) abal-abal atau rentenir. Makanya lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan kami rangkul sehingga pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif ini bisa mendapat pembiayaan untuk pengembangan usaha.
Dari pemerintah, apa stimulus yang diberikan?
Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan Gerakan Nasional Bangga Berwisata di Indonesia atau di Indonesia Aja. Ini adalah pemanfaatan stimulus dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di sektor ekonomi kreatif. Kami mendukung pemasaran dan peningkatan jumlah UMKM ekonomi kreatif yang onboarding ke digital marketplace lewat pendampingan. Ini agar peningkatan daya beli masyarakat berpengaruh terhadap produk UMKM dan memacu pebisnis lokal berinovasi dan memberikan kepuasan kepada masyarakat, pelanggan dan wisatawan.
Berapa target kontribusi Bali Baru ini terhadap sektor pariwisata nasional ?
Selama ini yang kita kejar angka, sehingga kuantitas melupakan kualitas dan keberlanjutan sektor pariwisata. Kami sedang menata ulang, baru saja tim yang dipimpin pak menteri sebelumnya, Pak Wishnutama menyelesaikan blueprint untuk repositioning kita.
Dari sini terlihat jelas bahwa pariwisata berbasis kualitas dan berkelanjutan ini jauh lebih diincar. Selama ini kan jomplang sekali karena hampir 60 persen bergantung kepada Bali dan wisatawan mancanegara. Ini yang akan kita ukur ulang, apakah fokus agar mengejar kualitas dan keberlanjutan lingkungan agar pariwisata kita ini juga semakin berkah, berbudaya dan berkeadilan.
Tapi saya yakin yang mesti saya kejar itu targetnya bukan berapa banyak wisatawan yang diserap lima destinasi prioritas dari Bali, karena itu mengecilkan kue Bali. Tapi saya ingin kuenya Bali meningkat dan lima destinasi prioritas itu menambah (kontribusi).
Target saya adalah bagaimana kontribusi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif itu di atas 7,3 persen dari PDB. Alangkah indahnya kalau dalam lima sampai 10 tahun ke depan kontribusinya mencapai 10 sampai 12 persen kontribusi sektor kita terhadap PDB.
Promosi apa yang akan dilakukan agar warga lokal mau berlibur, khususnya ke Bali baru?
Pertama-tama kita harus meyakinkan berwisata itu aman dan nyaman kepada wisatawan Nusantara sebelum mengharapkan wisatawan mancanegara. Ini berarti industri pariwisata harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin.
Harapannya, kampanye dan promosi kami ke depan agar kepatuhan 3M, mendorong vaksinasi, meningkatkan testing dan tracing. Dan itu bukan hanya di pariwisatanya saja tetapi di event management. Ini akan mampu membangkitkan rasa percaya dan mengatasi kekhawatiran masyarakat menghadapi pandemi.
Kami bakal terus memastikan CHSE, kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan keberlanjutan lingkungan terimplementasi secara penuh dan holistik sehingga masyarakat lebih aman dan nyaman untuk berwisata.
Sektor mana saja yang akan anda gandeng?
Kemenparekraf juga akan berkolaborasi, harus geber dan gerak bersama. Makanya kami mengajak semua pihak terutama pelaku industri, dunia usaha, institusi pendidikan, masyarakat, komunitas, LSM dan media.
Nah, kami akan bahu-membahu menjadikan tahun 2021 ini tahun kebangkitan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Karena saya yakin bringing back tourism is bringing back your economy agar peluang usaha dan lapangan pekerjaan kembali tercipta.
Dengan beberapa kunjungan yang saya lakukan, mereka semakin siap dan destinasi ini betul-betul kami tata. Kami promosikan bahwa protokol kesehatannya sudah sangat ketat dan disiplin. Oleh karena itu kami terapkan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi kreatif dan pariwisata karena itu adalah bagian dari keselamatan dan kesehatan mereka.
Jadi kalau dilihat, kita punya lima destinasi superprioritas, 10 destinasi pariwisata strategis dan masih banyak potensi lain di 34 provinsi serta 514 kabupaten dan kota. Buat saya, kalau masalah kesehatan ini sudah bisa kita jamin dalam kepatuhannya, maka kami mampu bangkit kembali dan bisa membuka peluang masyarakat untuk menjadi pemenang dari pandemi ini.
Vaksinasi massal telah dilakukan pada pekerja sektor pariwasata di Bali. Bagaimana perkembangannya?
Kami kick off 3 minggu yang lalu, tahap kedua ini untuk para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif yang menjadi pelayan publik. Saya sempat berdiskusi dengan Pak Menteri Kesehatan, untuk memohon agar Bali diberikan prioritas karena sektor ekonomi Bali ini sangat terdampak. Kontribusi pariwisata itu 80 persen dari kehidupan masyarakat Bali, dan kontraksi ekonomi Bali ini terdalam, minus 12 persen Kuartal 3 dan 4 2020 dan minus 9 persen tahun 2020.
Jadi saya dapat komitmen dari Menkes dan Presiden juga sudah mendukung bahwa 2 sampai 3 juta vaksin akan kami prioritaskan untuk Bali sehingga mereka mendapatkan herd immunity.
Apakah vaksinasi massal juga akan dilakukan di Bali Baru?
Kami juga sudah memulai (vaksinasi) di Likupang, Manado, Borobudur, di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan Batam. Rencananya kami besok akan ke Batam dan akan memberikan prioritas vaksin untuk setiap destinasi superprioritas. Ini merupakan sinyal positif dan tegas kepada masyarakat bahwa kami serius menangani pandemi serta menyiapkan kebiasaan baru.
Mungkin dalam 3 sampai 4 tahun ke depan kita harus divaksin tiap tahun, kita tidak tahu. Tapi ini yang harus disiapkan sebagai bagian dari opsi dan kebiasaan baru di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Dari semua langkah ini, apa legacy yang ingin Anda tinggalkan untuk pariwisata dan ekonomi kreatif?
Terus terang saya belum memikirkan legacy. Saya ini masuk Kemenparekraf sebagai orang baru yang sebelumnya ada di luar pemerintahan secara politik. Tapi Covid-19 ini memaksa kita semua untuk bersatu padu. Saya sendiri sebagai penyintas merasakan sendiri dahsyatnya Covid-19. Di hari saya sembuh, saya mendapat panggilan dari Istana dan mendapatkan tugas ini.
Jadi saya melihat ini sebagai perjalanan spiritual saya. Lalu 34 juta masyarakat Indonesia menaruh harapannya kepada pemerintah, kepada Presiden, dan Menteri untuk menjalankan amanah dan tanggung jawab ini.
Jadi saya yakin ini tugas yang sangat berat dan akan seperti apa itu nanti masyarakat yang menilai. Saya tidak tahu berapa lama saya di sini karena hanya diberi waktu setahun oleh Presiden untuk menyiapkan lima destinasi superprioritas, calendar of event, ekosistem pariwisata dan ekonomi kreatif termasuk desa wisata.
Kalau ada hal yang sangat menggelitik saya adalah dua hal. Pertama, saya ingin menjadi bagian dari harapan bahwa sektor ini akan bangkit. Kedua, ingin memberdayakan pariwisata dan ekonomi kreatif terutama dari adaptasi teknologi dan keberlanjutan lingkungan.
Ketiga, yang sangat-sangat dekat di hati saya ini desa wisata. Jadi menurut saya, sudah lah tidak usah memikirkan legacy. Let's get to work bikin strategi jangka pendek, menengah, dan panjang.