Anda menyebut Rusia pernah bernegosiasi dengan Ukraina. Apakah akan ada pendekatan diplomatik lain?

Kami sudah melobi Kyiv, namun pemerintah di sana tidak independen. Mereka hanya mendengarkan dan menjalankan perintah dari Eropa dan Amerika.

Desember lalu kami mendekati negara-negara Barat dan meminta mereka memberikan jaminan keamanan. Kami bahkan membuat draf perjanjian terkait jaminan keamanan antara Rusia, Amerika, dan organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Mereka tidak merespon.

Tidak ada pembicaraan lagi dengan Ukraina?

Sejak operasi militer dimulai, kami mencoba berbicara dengan Ukraina. Kami masih berusaha hingga sekarang. Sayangnya, Ukraina sepertinya tidak ingin mencapai hasil nyata. Kami justru mendapatkan pernyataan dari Barat yang mendesak Ukraina untuk tidak melanjutkan pembahasan kesepakatan damai dengan pemerintah Rusia dan meneruskan krisis ini.

Ukraina sudah dipengaruhi oleh negara-negara Barat. Merekalah yang mengirim senjata dan melatih militer Ukraina. Banyak tentara asing berada di Ukraina, beberapa di antaranya sudah menyerah, termasuk mereka yang di Mariupol. Mereka bilang masih banyak anggota militer asing di Mariupol.

Jadi Ukraina memang tidak independen dalam menjalankan aksinya. Barat punya kepentingan dalam krisis ini.

Sejauh ini kami sudah beberapa kali bernegosiasi, terakhir di Istabul. Sempat ada progres, tetapi Ukraina malah mundur. Negara-negara Barat terus menyuplai senjata dan membuat ilusi bahwa Ukraina akan menang.

Sejumlah laporan menyebut Rusia sudah kehilangan lebih dari 7.000 tentara dalam perang ini. Bagaimana pemerintah Rusia merespon hal itu dan menjelaskan ke warga Rusia?

Ketika ada operasi militer, tentu saja ada korban jiwa. Tidak sampai 7.000 korban, hanya sekitar 1.500 orang. Tentu saja ini tragedi yang menyakitkan, tapi kami berusaha menyelamatkan lebih banyak orang. Tentara yang terlibat dalam operasi ini adalah para profesional, itu sudah tugas mereka.

Kami mencoba menghindari jatuhnya korban lebih banyak, baik di kalangan sipil maupun militer, termasuk militer Ukraina.

Konflik Rusia dengan Ukraina (ANTARA FOTO/REUTERS/Maksim Levin/hp/cfo)

 

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen sudah mengunjungi Kyiv dan bertemu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. Beberapa petinggi negara Eropa melakukan hal yang sama. Anda melihat ini indikator bahwa Ukraina semakin dekat dengan Eropa dan NATO?

Sebenarnya mereka selalu dekat. Sejak 2014 mereka sudah memutuskan memihak Eropa. Presiden Zelensky bahkan menyatakan Ukraina ingin menjadi anggota NATO. Ini tidak bisa diterima oleh Rusia. Pasalnya, jika NATO membawa infrastrukturnya ke perbatasan Ukraina dan Rusia, yang panjangnya 2.000 kilometer, keamanan kami terancam.

Kami berkali-kali memberi tahu negara-negara Barat, Ukraina tidak boleh menjadi anggota NATO. Bagi kami, itu garis terlarang yang tidak bisa dilanggar.

Target operasi militer saat ini adalah demiliterisasi Ukraina. Dengan demikian, kami tidak lagi merasa terancam oleh negara tetangga. Kami bisa merasa aman.

Namun kubu Barat terus memasok senjata ke Ukraina selama delapan tahun terakhir. Jadi kita tidak lagi bicara apakah Ukraina mendekat ke Uni Eropa atau NATO. Mereka sudah tidak independen lagi. Kami melihat kebijakannya dipengaruhi oleh Brussels dan Washington. Artinya ini tidak sesuai lagi dengan kepentingan rakyat Ukraina.

Pemerintah Rusia sampai meningkatkan status nuklir dan ingin memperluas jangkauannya di Eropa. Apa sebabnya?

Ini hal logis karena kami menilai ekspansi NATO sebagai ancaman terhadap keamanan Rusia. Jika menilik sejarahnya, pada 1989 kami dijanjikan bahwa NATO tidak akan berekspansi atau mendekat ke perbatasan Rusia. Tetapi para pemimpin negara Barat tidak menepati janjinya. Mereka berbohong.

Presiden Mikhael Gorbachev pernah meminta perjanjian tertulis tetapi pihak Barat tidak setuju. Mereka bilang percaya saja bahwa NATO tidak akan melakukan ekspansi. NATO ternyata terus memperluas pengaruhnya, makin banyak negara yang bergabung. Infrastruktur NATO terus mendekat ke perbatasan negara kami.

Kami menilai NATO sebagai aliansi yang agresif. Mereka dulu mengebom Yugoslavia selama 78 hari. Mereka menghancurkan Libya. Lihat apa yang mereka lakukan di Irak, bahkan ketika tudingan negara itu memiliki senjata pemusnah massal tidak terbukti. Mereka membunuh lebih dari satu juta warga Irak. Mereka bahkan bercokol 20 tahun di Afganistan.

Bukan kami yang membawa misil ke perbatasan Amerika atau Kanada. NATO yang membawa misil-misil mereka mendekati perbatasan Rusia. Semakin dekat NATO ke Rusia, kami kian merasa terancam.

Bagaimana dengan senjata nuklir Rusia?

Senjata nuklir yang kami miliki adalah instrumen untuk mencegah NATO menyerang langsung Rusia. Negara-negara NATO sejauh ini tidak berani berkonfrontasi langsung dengan Rusia. Jadilah mereka memanfaatkan Ukraina.

Halaman: