Andrew Rose: Dari Sejarah hingga Sains, Alasan Dunia Tidak Perlu Pesimistis

Katadata
Dekan NUS Business School Andrew Rose
28/8/2025, 15.05 WIB

“Pekerjaan tidak akan tetap seperti yang selama ini. Tapi orang-orang tidak perlu berada di posisi yang sama,” ujar Andrew Rose, Dekan NUS Business School, ketika ditanya soal risiko hilangnya pekerjaan di era kecerdasan buatan alias artificial intelligence.

Pria yang akrab disapa Dean Andy itu menerima Katadata dan beberapa media Indonesia di kampusnya, 14 Agustus lalu. Suasana NUS Business School tengah meriah: sekolah bisnis ini merayakan usia ke-60, bersamaan dengan peringatan kemerdekaan ke-60 Singapura dan 120 tahun kampus induknya National University of Singapore (NUS).

Setelah perayaan, Dean Andy bicara tentang bagaimana kampusnya merespons perubahan teknologi, masa depan pekerjaan dan bisnis di tengah banyaknya tantangan dan ketidakpastian global, hingga peluang beasiswa untuk mahasiswa internasional.

Nama NUS terbilang mentereng. QS World University Ranking 2024 menempatkan NUS di peringkat pertama Asia Pasifik dan kedelapan dunia. Kampus ini mendapat dukungan dari beberapa tokoh bisnis kenamaan Indonesia. Keluarga Riady, pemilik Grup Lippo, menjadi donatur besar hingga nama Mochtar dan Stephen Riady diabadikan sebagai nama gedung. Sedangkan Armand Hartono, penerus bisnis Grup Djarum yang saat ini menjabat Wakil Presiden Direktur BCA, duduk di dewan penasihat manajemen NUS Business School.

Bagaimana pendapat Anda tentang kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan karena AI dan bagaimana NUS beradaptasi dengan AI?

Setiap teknologi yang muncul membawa ketakutan bahwa itu akan mengeliminasi pekerjaan, terutama pekerjaan tak terampil. Dalam prakteknya, hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Kita secara teknologi telah jauh berevolusi dari 50 atau 100 tahun lalu, tetapi pekerjaan tidak lebih sedikit dari 50 atau 100 tahun yang lalu.

Jadi, kami tidak khawatir. Tidak diragukan, ada efek pada profesi tertentu. Tapi, biasanya yang terjadi adalah peningkatan teknologi membuat orang lebih kaya dan bertambahnya permintaan (demand). Dan, pekerjaan berkembang. 

Pekerjaan yang paling penting sekarang tidak ada 50 tahun yang lalu. Ada beratus-ratus juta orang yang kehidupannya sekarang berkutat di internet, coding, computing, dan kegiatan kantor. Tidak ada pekerjaan seperti itu 50 tahun yang lalu. Bursa kerja terus berkembang.

Tujuan institusi seperti NUS adalah untuk memastikan pelajar kami memiliki pengetahuan yang terbaru, mereka tahu bagaimana menguasai AI dan hal lainnya yang akan berkembang. Pekerjaan tidak akan tetap seperti yang selama ini. Tapi orang-orang tidak perlu tetap berada di posisi yang sama.

Apakah ada jurusan-jurusan baru yang sedang dipersiapkan atau baru diluncurkan untuk merespons “dunia yang baru” ini?

Itu pertanyaan yang wajar. Tapi, bukan kah dunia memang selalu berevolusi? Ada perubahan besar yang menanti di cakrawala, hal itu tidak diragukan lagi. Saat ini, semua orang terpaku pada kecerdasan buatan, iya kan?

Namun, 15 tahun yang lalu, orang-orang sangat tertarik dengan teknologi seluler karena tidak ada yang memiliki telepon seluler. Satu dekade sebelumnya, komputer portabel sudah sangat besar. Sebelum itu, internet. Selalu ada perubahan.

Pendidikan bisnis selalu tentang membekali siswa dengan teknologi termutakhir. Universitas riset, seperti NUS, mendasarkan penelitian pada disiplin ilmu seperti keuangan, pemasaran, akuntansi, atau ekonomi.

Sekolah bisnis harus menyeimbangkan antara penelitian pada disiplin ilmu dasar dengan pengalaman dan pengetahuan terapan bagi mahasiswa. Contohnya di keuangan. Keuangan adalah tentang kekayaan dan bagaimana kekayaan itu seharusnya dialokasikan oleh perusahaan, rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Konsep-konsep seperti nilai saat ini (current value) dan cara menilai saham atau obligasi, dan cara memodelkan hal-hal semacam itu.

Kami mengajarkan hal itu. Itu-lah disiplin keuangan dasar. Namun, terkadang hal-hal menjadi cukup rumit sehingga kami mengelompokkannya ke dalam area-area baru. Jadi, sekarang kami menawarkan, misalnya, dua jenis magister keuangan yang berbeda. Magister keuangan murni dan berfokus pada keuangan berkelanjutan dan hijau karena isu-isu lingkungan.

Jadi, cara kita beradaptasi dengan perubahan keadaan terkadang justru berfokus pada satu sub-disiplin tertentu. Jadi, keuangan berkelanjutan dan hijau adalah contoh di mana satu disiplin ilmu, keuangan, menjadi begitu kompleks sehingga kami membaginya menjadi dua.

Namun, biasanya tidak demikian. Misalnya, kecerdasan buatan mungkin merupakan inovasi teknologi terpenting dalam beberapa tahun terakhir. Dan kami tidak mengajarkannya secara terpisah. Kami mencoba mengintegrasikannya ke dalam disiplin ilmu misalnya keuangan, terutama akuntansi untuk manajemen.

Apakah NUS mempertimbangkan untuk membuka kampus di Indonesia?

NUS punya kampus di luar negeri, tapi hanya untuk mahasiswa NUS yang berkunjung selama satu semester. Saat ini, kami belum punya rencana untuk membuka kampus lain di Indonesia atau di tempat lain. Dan itu memang disengaja. Tujuan kami adalah menarik orang ke Singapura.

Singapura adalah tempat tinggal yang super nyaman, memberikan kemudahan dalam bekerja. Seharusnya menarik bagi orang Indonesia. Apalagi, secara lokasi juga dekat, kita bisa bepergian bolak-balik dengan mudah. ​Menghabiskan waktu di negara yang berbeda, di tempat yang berbeda, akan mengubahmu dan memungkinkanmu memperluas wawasan dengan berbagai cara.

Itu seharusnya menjadi salah satu daya tarik utama berkuliah di NUS. Bukan hanya namanya, tetapi juga pengalaman tinggal di tempat yang berbeda, belajar, dan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda.

Kami memiliki hubungan baik dengan banyak universitas di Indonesia. Ada MoU dengan Airlangga, kami punya kerja sama dalam riset dan fakultas kami juga melakukan program kuliah bersama.

Saya pribadi berteman dan telah bekerja selama enam bulan terakhir dengan para dekan Universitas Indonesia dan juga Universitas Gajah Mada. Dan kami juga punya program pertukaran pelajar. Kami punya program pertukaran pelajar dengan banyak tempat.

Apakah Anda punya tips untuk pelajar Indonesia agar bisa mendapatkan beasiswa di sini? Karena banyak pelajar Indonesia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Apa yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan beasiswa di sini?

Hal terpenting bagi seorang siswa adalah belajar dengan giat dan berprestasi. Itu-lah yang terpenting. Saya tidak bercanda. Hal terpenting yang harus dilakukan seorang pelajar adalah berprestasi. Fokus pada studi-nya dan berprestasi.

Kami memiliki banyak program berbeda untuk mendatangkan mahasiswa Indonesia, tapi bukan hanya mahasiswa Indonesia. Fokus kami memang pada negara-negara ASEAN.

Ada satu program yang dijalankan di tingkat universitas, yaitu Discover NUS. Dalam program ini, mahasiswa menempuh satu semester di NUS. Bukan di tahun terakhir mereka, tahun sebelum tahun terakhir.

Kalau mereka datang ke sini, kami akan memberikan beasiswa. Mereka tinggal di asrama. Kalau prestasi mereka bagus, di tahun terakhir mereka bisa mendaftar dan masuk program magister.

Nah, itu namanya Discover NUS. Dan itu relevan bukan hanya untuk mahasiswa Indonesia, tapi juga Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Thailand.

Discover NUS tentu bukan satu-satunya cara. Setidaknya ada dua jalur besar lainnya. Yang pertama adalah LPDP, yang saya yakin Anda semua sudah tahu.

Dan yang kedua adalah dukungan finansial dari kampus-kampus (di dalam NUS). Kami punya insentif dan dana beasiswa bagi siswa berprestasi. Kami bisa membebaskan atau memberikan beasiswa sebagian tergantung kebutuhan.

Dan saya akan memberi tahu Anda mengapa kami diuntungkan dari hal itu. Kami diuntungkan karena memiliki mahasiswa yang beragam. Jika kami ingin semua orang di kelas berasal dari Tiongkok, India, atau Thailand, kami mungkin bisa melakukannya. Tapi, kami diuntungkan oleh keberagaman.

Merupakan kepentingan kami untuk menerima mahasiswa berprestasi dari Indonesia dan negara-negara lainnya, agar kami memiliki populasi mahasiswa yang beragam. Karena semua orang belajar lebih banyak ketika ada lebih banyak keberagaman.

Kembali lagi (tentang tips untuk bisa mendapatkan beasiswa di NUS), hal terpenting bagi setiap mahasiswa yang ingin kuliah di NUS adalah belajar dengan giat dan berprestasi. Pastikan mereka menunjukkan dengan jelas bahwa mereka layak diterima. Jika mereka benar-benar tertarik dengan NUS atau tempat lain seperti Universitas Tokyo, Cambridge, atau Stanford, mereka juga harus melakukan riset sendiri.

Yang terpenting, jika punya mimpi, seorang siswa harus berusaha mewujudkannya. Mereka harus belajar keras, bekerja keras, dan menemukan jalan. Biasanya, ada lebih dari cukup uang (beasiswa) yang belum diklaim. Tapi, para mahasiswa harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Semuanya tergantung mereka.

Banyak ketidakpastian di dunia, banyak pesimisme di dunia bisnis. Bagaimana Anda sebagai dekan sekolah bisnis melihat masa depan bisnis. Harus kah kita pesimistis atau Anda justru melihat banyak peluang?

Jadi, dalam jangka pendek, ada banyak masalah serius. Amerika Serikat tidak lagi memimpin dunia dan tidak lagi menjadi landasan bagi sistem internasional berbasis aturan. Ada ketidakpastian yang sangat besar. Ketegangan geopolitik dengan Tiongkok memengaruhi semua negara di kawasan. Ada perang di Gaza. Ada perang di Ukraina. Ada kelaparan di Sudan. Betul sekali. Tentu saja.

Namun, di sekolah bisnis, kami fokus pada riset yang akan memberi dampak jangka panjang dan mendidik mahasiswa agar tidak hanya memikirkan beberapa tahun ke depan. Harapannya, mereka memikirkan 20 hingga 40 tahun ke depan. Jika melihat kembali kemajuan yang dicapai sebagian besar negara di kawasan ini, bahkan di dunia, dalam 20 atau 40 tahun terakhir, hasilnya sungguh mencengangkan.

Memang ada masalah serius di depan mata. Perubahan iklim tentu jadi salah satunya, juga tensi geopolitik. Tapi dulu, ada perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat yang berlangsung selama 40 tahun, hingga kemudian teratasi dan akhirnya berakhir. Dan, banyak yang tidak merasakan periode itu.

Dan, coba pikirkan seberapa banyak kemajuan Indonesia dalam 40 tahun terakhir. Saya yakin, tidak ada di antara Anda yang memiliki telepon selular 20 tahun yang lalu. Ya, tidak banyak juga orang di dunia yang memilikinya 20 tahun yang lalu. 

Dalam rentang waktu tertentu, bukan satu dua tahun, orang-orang (mengalami kemajuan/perbaikan) hidup lebih panjang, lebih sehat, lebih banyak pendapatan, lebih banyak waktu santai. Yang paling penting adalah waktu santai untuk bersama keluarga, teman, dan sebagainya.

Apakah Anda harus optimistis untuk jangka panjang? Tentu saja. Jika Anda tidak optimistis, Anda menolak bukti sains. Setiap dekade, peluang usia hidup orang biasa naik 2,5 tahun. Di kebanyakan dunia, sekitar 1870, yang saya tahu, harapan usia hidup adalah 40 tahun. Sekarang, kebanyakan orang bisa berharap hidup hingga 80 tahun. Dalam beberapa generasi, akan ada harapan hidup lebih dari 100 tahun. Ada alasan fundamental untuk optimistis karena inovasi.

Jadi artinya dunia akan “melompat kembali” setelah krisis, keadaan akan membaik?  

Saya mengerti maksud Anda. Tapi, saya kurang setuju. Menurut pendapat saya, hal-hal yang memiliki nilai berita hampir selalu adalah hal buruk. Perang pecah, kebakaran besar, topan. Dan, hal-hal buruk cenderung jadi besar. Hal baik cenderung lebih sering terjadi dan jadi hal kecil. Kebanyakan kejutan yang kita alami adalah kecil dan baik, bukan besar dan buruk.

Skeptis (tentang kondisi sekarang dan masa depan) itu baik. Tapi lihat di sana, itu pelabuhan utama ketiga Singapura. Biaya pengapalan kontainer-kontainer itu telah mengalami penurunan yang besar. Orang-orang bisa memiliki akses ke barang-barang dengan harga yang lebih murah. Itu hanya satu dan sekian banyak contoh. Anda bisa terbang dengan relatif mudah dengan harga yang rendah. Itu tidak bisa terjadi satu generasi lalu.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.