Transformasi digital di Indonesia menghadapi tantangan berupa kurangnya talenta digital. Padahal, pesatnya adopsi digital di Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi digital, serta menyumbang kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB).
Direktur Digital Bisnis PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) Muhamad Fajrin Rasyid memaparkan, permintaan industri teknologi, informasi dan komunikasi terhadap talenta digital sangat tinggi.
“Indonesia saat ini kekurangan talenta digital yang mengancam pertumbuhan industri teknologi, dengan prakiraan unrealized output senilai US$ 21,8 miliar,” jelas Fajrin di sela-sela acara Bali Annual Telkom International Conference (BATIC) 2022, Kamis (23/9).
Dalam acara yang dihadiri 600 peserta itu, Fajrin memaparkan riset Bank Dunia, bahwa sepanjang tahun 2015-2030 Indonesia akan kekurangan 9 juta tenaga terlatih di bidang teknologi.
Selain itu, pada tahun 2018, sekitar 1.000 perusahaan teknologi aktif mencari talenta digital. Angka tersebut meningkat lima kali lipat dari tahun 2017. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menunjukkan adanya kekurangan sekitar 600 ribu talenta digital per tahun.
Untuk itu, Telkom mendukung pengembangan inovasi dan talenta digital Indonesia. Ada tiga inkubasi yang dimiliki perusahaan pelat merah itu untuk menampung ide dari internal maupun eksternal perusahaan, yakni Tribe, Amoeba dan Indigo. Selanjutnya, ide-ide yang tertampung dalam inkubasi-inkubasi itu dikembangkan menjadi start-up.
Para talenta digital yang tergabung di dalamnya dibantu mengelola dana, serta menemukan investor melalui perusahaan modal ventura, MDI Ventures. Saat ini MDI memiliki dana kelolaan sebesar US$ 830 juta, dengan lebih dari 70 portofolio.
Tiga di antara portofolio itu telah menjadi unicorn start-up. Sementara 11 perusahaan lainnya sudah melewati tahap investasi akhir, yakni penawaran umum perdana saham serta merger dan akuisisi.
Menurut Fajrin, keberhasilan transformasi digital membutuhkan perubahan pola pikir yang radikal pada bisnis dan digitisasi. Keberhasilan ini juga ditentukan oleh kefokusan perusahaan pada kebutuhan konsumen. “Jangan merasa terlalu nyaman dengan bisnis inti, jangan menolak terhadap perubahan, jangan terlalu lambat berinovasi, dan jangan takut dengan risiko,” pesannya.
Selain itu, dibutuhkan strategi bisnis yang tepat, rekomendasi staf internal, dan masukan dari pelanggan. Budaya perusahaan yang dinamis juga penting untuk dibangun. “Dan, pastikan transformasi digital yang dilakukan tidak menggantikan tenaga kerja,” pungkas Fajrin.