Kenaikan harga Bahan Bakar Mesin (BBM) bersubsidi pada semester kedua 2022 ini telah mengerek tingkat inflasi. Merespons hal tersebut, diperkirakan sejumlah kebijakan moneter ditetapkan, khususnya terkait suku bunga acuan.
Analis senior Bank DBS Radhika Rao mengatakan kenaikan harga BBM ini ditujukan untuk menyeimbangkan neraca anggaran di 2023. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan diperkirakan akan menurunkan biaya subsidi energi dan kompensasi dari Rp 502 triliun di 2022 menjadi Rp 337 triliun pada 2023.
”Dan pada saat yang sama pendapatan dari industri pengolahan dan sumber daya alam mungkin berkurang tahun depan,” kata Rao.
Ia menambahkan bahwa kenaikan harga BBM subsidi ini akan menurunkan defisit fiskal 2023, di mana subsidi energi dipotong sepertiga, kembali ke angka -3 persen dari Produk Domestik Bruto yang menunjukkan adanya penyesuaian harga bahan bakar ke dalam perhitungan 2023.
Kenaikan BBM bersubsidi ini juga melihat momentum pemilihan umum 2024 yang kian dekat sehingga peluang untuk mengambil keputusan krusial dan sensitif secara politik menjadi sukar.
Selanjutnya, perbedaan signifikan antara harga BBM non-subsidi dan BBM bersubsidi telah mempengaruhi pola konsumsi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan bahwa kuota konsumsi bahan bakar kemungkinan akan menyusut drastis pada Oktober apabila konsumsi tidak terkendali.
”Pengeluaran belanja lebih lambat karena keterlambatan belanja kementerian, sementara alokasi untuk subsidi dan program bantuan sosial meningkat untuk melindungi daya beli riil masyarakat,” ujar Rao.
Rao mengatakan bahwa sesudah pengumuman kenaikan harga BBM secara aktual, Bank DBS memperkirakan dampaknya akan segera meningkatkan inflasi setahun penuh di kisaran 94-100 bps.
”Sub-segmen lain seperti biaya transportasi, makanan, dan segmen terkait lainnya akan memberikan dampak bersih sekitar 50-60 bps dalam tiga sampai enam bulan setelah kenaikan harga bahan bakar,” ujar Rao.
Pada rentang Januari-Agustus 2022, inflasi mencapai 3,5 persen yoy, dan ini sejalan dengan prediksi inflasi setahun penuh di kisaran 4 persen. Namun kebijakan untuk menaikkan harga BBM subsidi ini akan mendorong inflasi di akhir tahun 2022 menuju 6,5-7 persen yoy.
”Ini akan mengangkat rata-rata setahun penuh menjadi 5,0 persen,” ujar Rao.
Pada 2023, Rao memperkirakan inflasi rata-rata menjadi 3,8 persen, naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,7 persen. Hal ini disebabkan oleh angka yang tinggi di semester pertama 2023 sementara akan terjadi penurunan di semester kedua karena ada efek dari kenaikan yang telah terjadi di tahun sebelumnya.
Lebih lanjut, sebelum kenaikan harga BBM, Bank Indonesia (BI) menetapkan kenaikan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin, naik dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen.
Kebijakan ini diputuskan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 22-23 Agustus 2022, dan menjadi yang pertama kali dalam 45 bulan terakhir sejak November 2018. Hal ini mengejutkan ekspektasi pasar yang beranggapan BI belum akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
”Ini adalah bentuk pengendalian inflasi dan alat stabilisasi nilai tukar rupiah,” seperti yang tertulis dalam rilis BI pada 23 Agustus 2022.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan menaikkan suku bunga ini dilandasi prioritas pemulihan ekonomi pasca-pandemi, dan bagian upaya menjaga stabilitas daya beli masyarakat. BI berupaya menghindari kemungkinan terburuk, setelah sebelumnya terus memantau potensi risiko dari gejolak pasar keuangan global.
”Ini adalah langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM non-subsidi dan volatile food,” kata Perry.
Sementara itu, Rao dalam papernya bertajuk ”Pipeline Inflation Risks Convince Bank Indonesia to Hike Rates” mengatakan kenaikan suku bunga acuan masih akan terjadi sesudah melihat adanya potensi risiko inflasi dari kenaikan BBM bersubsidi.
Melihat beriringnya kenaikan harga BBM dan suku bunga acuan pada 2013 dan 2014, di mana suku bunga acuan disesuaikan masing-masing sebesar 125 basis poin (bp) dan 25 bp, Rao mengatakan BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga akhir tahun menjadi 4,75 persen guna memperketat kebijakan di sisa tahun ini.