PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (bank bjb) mendukung pengembangan bank pembangunan daerah (BPD) menjadi ekosistem perbankan nasional melalui kelompok usaha bank (KUB). Pengembangan ekosistem BPD ini sebagaimana amanat regulator dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Hal itu disampaikan Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi saat webinar “Strategi Pemenuhan Modal Inti Minimum dan Peluang Konsolidasi BPD”, Kamis (13/10). Yuddy mengatakan, tantangan perbankan ke depan tak lepas dari kondisi volatilitas global, tensi geopolitik, serta perubahan struktural yang semakin lekat dengan layanan digital.
Tantangan-tantangan itu direspons OJK dengan membuat Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020–2025. Di dalamnya berisi poin tentang penguatan permodalan dan akselerasi konsolidasi KUB. “Program tersebut pada intinya, perlu adanya kolaborasi antar pihak agar perbankan Indonesia semakin kuat,” kata Yuddy.
Ia memaparkan, bank bjb pun telah merespons RP2I 2020-2025 dengan membentuk KUB bersama beberapa BPD, di antaranya Bank Bengkulu dan Bank Sultra. Tak hanya aspek permodalan, bank bjb juga bekerja sama dengan Bank Jambi dalam hal pelayanan, serta melakukan penjajakan dengan beberapa BPD lain untuk saling bersinergi.
Menurut Yuddy, KUB antar BPD penting dilakukan, mengingat tantangan di industri perbankan yang kian kompetitif. Perbankan dituntut mampu melayani dengan cepat melalui kanal digital. Namun, hal ini membutuhkan modal yang besar.
“Sedangkan, layanan digital harus segera dilakukan, karena digitalisasi ini adalah sebuah keniscayaan atau mandatory yang harus dilakukan untuk menghadapi bisnis ke depan,” beber Yuddy.
Keunggulan bank digital adalah kemampuannya dalam menjangkau nasabah tanpa batasan ruang dan waktu. Di sisi lain, gaya hidup masyarakat semakin lekat dengan layanan digital, mulai kegiatan belanja, mencari hiburan, hingga pengaturan keuangan.
“Semakin besar dan lengkap ekosistem digital yang terkoneksi dengan bank digital, semakin unggul bank digital tersebut,” ujar Yuddy. Menurutnya, BPD berpeluang besar untuk menjadi bank yang memiliki kekuatan di lingkup lokal maupun nasional.
Semua pemerintah daerah (pemda) memiliki BPD dengan kekuatan bisnis di sektor konsumer. Namun, potensi ini belum tergarap maksimal karena BPD masih bekerja sendiri-sendiri berdasarkan wilayahnya.
Peran BPD tak lepas dari pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang nilainya lebih dari Rp 1.000 triliun. Bersamaan dengan itu, BPD dapat menjalin kerja sama dengan komunitas-komunitas yang terkait dengan pemda.
Total aset BPD mencapai Rp 907 triliun. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit pun terus tumbuh positif. Yuddy meyakinkan, BPD akan semakin kuat dengan konsolidasi dan pembentukan ekosistem.
Ia memaparkan, model kerja sama antar-BPD bisa dilakukan melalui enam langkah. Yakni, kerja sama dalam manajemen risiko, jaringan dan layanan, kredit, sumber daya manusia, teknologi informasi, dan treasury.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Bambang Widjanarko menilai manfaat KUB adalah pemenuhan permodalan BPD, setelah disuntik oleh bank induk. “Bisa juga kerja sama layanan, IT (information technology), juga potensi pengembangan dan akselerasi bisnis di daerah tertentu,” ucapnya.