Aspek lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan atau environmental, social, and governance (ESG) menjadi prioritas bagi 83 persen pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di Asia.
Hal itu merupakan hasil survei yang dilakukan Bank DBS bersama Bloomberg terhadap lebih dari 800 pelaku UKM di Indonesia, Singapura, Tiongkok, Taiwan, Hongkong, dan India.
Survei bertajuk Catalysts of Sustainability ini dilakukan untuk melihat tren sustainability di masing-masing negara.
Faktor lingkungan (environmental) memberikan dampak yang begitu dahsyat terhadap tren industri. Walaupun demikian, jika disandingkan dengan faktor sosial (social) dan tata kelola perusahaan (governance), keduanya memiliki pengaruh yang sedikit lebih besar dalam proses pengambilan keputusan bisnis.
Di samping itu, tiga dari empat pelaku usaha merasa bahwa pengaruh rantai nilai global seperti vendor, pemasok, dan pelanggan menjadi motivasi penting untuk mengadopsi ESG.
“Jika perusahaan tidak bertransisi ke lower-carbon societies, mereka akan mempertaruhkan banyak hal. Beberapa darinya adalah aset menjadi terlantar dan produk yang kehilangan relevansinya,” kata Chief Sustainability Officer Bank DBS, Helge Muenkel, dalam siaran pers.
Sebanyak 99 persen UKM di Indonesia melihat ESG sebagai prioritas di bisnis mereka, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor di Asia (83 persen). Mereka mengaku menghadirkan produk/proses yang berlandaskan aspek keberlanjutan.
Kendati demikian, 59 persen UKM masih menemui hambatan dalam menyeimbangkan ESG dengan pertumbuhan bisnis dan transisi operasi bisnis.
Masalah pendanaan dan teknis pengarahan adalah beberapa hal krusial yang perusahaan butuhkan saat mengimplementasikan ESG. Terlepas dari berbagai tantangan yang ada, pemimpin bisnis dan pengambil keputusan tetap merespons positif pengadopsian aspek sustainability di sektor bisnis.
Group Head SME Banking Bank DBS, Joyce Tee menyadari bahwa UKM menghadapi banyak rintangan, terutama saat bertransisi menjadi bisnis yang lebih berkelanjutan dan amat penting bagi UKM untuk berhasil melaluinya.
“DBS siap membantu UKM dalam menjalani proses dekarbonisasi dengan pendanaan, dan menjadi penasihat sehingga mereka dapat terhubung ke dalam ekosistem yang tepat di seluruh Asia,” ujarnya.
Komitmen Bank DBS untuk mendukung proses transisi tersebut didasari atas 87 persen suara UKM Indonesia yang merasa bahwa pendanaan ESG dari institusi keuangan atau bank merupakan salah satu pengaruh terbesar UKM tergerak mengadopsi ESG.
Bank DBS menempati urutan keempat teratas sebagai bank regional yang memberikan produk atau layanan sejalan dengan ESG.
Menurut survei, ditemukan adanya peningkatan aspirasi UKM untuk mendapatkan pengarahan, dukungan, saran, dan teknis lainnya dari bank melalui kepemimpinan, seminar, dan konsultasi lainnya mengenai pengalaman di dalam menjalani ESG.
Sebagai tambahan, 79 persen UKM Indonesia membutuhkan akses best practices dari rekan kerja dan perusahaan lain untuk memberikan dorongan untuk bisa mengadopsi ESG.