Plan Indonesia Beri Dukungan Psikososial untuk Anak Korban Gempa
Tim Tanggap Darurat Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) memberikan dukungan psikososial (psychosocial support) bagi anak-anak terdampak gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, di sejumlah tenda pengungsian.
Dukungan ini sebagai upaya untuk membantu pemulihan psikologis mereka yang umumnya mengalami trauma akibat gempa berkekuatan 5,6 magnitude pada Senin (21/11/2022).
Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti, Selasa (29/11/2022) mengatakan, dari hasil penilaian kebutuhan cepat (rapid need assessment/RNA) yang dilakukan Tim Tanggap Darurat Plan Indonesia, banyak anak yang merasa tertekan dan takut akibat peristiwa bencana tersebut.
“Hal ini terutama karena mereka umumnya dengan mata sendiri melihat bangunan sekolah mereka runtuh, serta menyaksikan teman-teman mereka tertimpa bangunan yang roboh diguncang gempa. Namun, mereka juga menyatakan motivasi tinggi untuk segera kembali ke sekolah dengan bangunan yang lebih aman dan kuat,” kata Dini.
Dukungan psikososial yang diberikan Plan Indonesia berlangsung mulai 24 November hingga 2 Desember 2022, khususnya di Kecamatan Cugenang. Metode yang digunakan Plan dalam hal ini adalah 3L, yaitu look, listen, and link.
Sebanyak 200 anak yang tinggal di lokasi pengungsian mengikuti kegiatan pendampingan psikososial ini. Untuk memperkuat upaya tersebut, Plan Indonesia juga menggandeng mitra lokal, yaitu Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), serta memberikan pelatihan dukungan psikososial untuk mitra lokal dan relawan.
Sejak menerjunkan Tim Tanggap Darurat pada 22 November 2022 di Kabupaten Cianjur, Plan Indonesia telah menjangkau 1.972 warga terdampak gempa yang berada di lokasi pengungsian, dari total 73.874 warga yang mengungsi.
Adapun bantuan yang telah disalurkan terdiri atas 250 paket menstrual hygiene management (MHM), 100 personal hygiene kit, 350 paket pakaian dalam untuk anak laki-laki dan perempuan, 52 paket mainan anak-anak (CFS), serta sejumlah paket makanan ringan.
“Distribusi bantuan masih terus berlangsung. Untuk mendistribusikan bantuan ini, kami bermitra dengan MDMC, termasuk untuk penyediaan gudang logistik sementara dan memberikan dukungan psikososial bagi anak-anak terdampak gempa,” kata Dini.
Dampak dan rekomendasi
Hingga 28 November 2022, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan 323 warga meninggal, 2.071 warga luka-luka, dan 73.874 warga mengungsi, dengan rincian pengungsi laki-laki 33.713 orang dan pengungsi perempuan 40.161 orang.
Jumlah pengungsian sebanyak 325 titik yang tersebar di 15 kecamatan. Untuk menampung para pengungsi, sebanyak 47 tenda pengungsian telah dipasang di 26 lokasi (desa) oleh BNPB dan Kementerian Sosial (Kemensos).
Dini Widiastuti mengungkapkan, dari hasil RNA Tim Tanggap Darurat yang dilakukan di beberapa posko pengungsian di Mangunkerta, Rancagoong, Kadudampit, Cariu yang berada di Cugenang dan Cilaku, Plan Indonesia menemukan beberapa data yang perlu segera direspons dan diberi perhatian khusus.
Pertama, sebagian besar warga terdampak yang kini tinggal di pengungsian kehilangan mata pencahariannya sekaligus tidak banyak aktivitas yang bisa mereka lakukan di lokasi pengungsian. Situasi ini rawan menimbulkan dampak psikologis dan membutuhkan jalan keluar dalam aspek pemulihan ekonomi.
Kedua, jumlah tenda evakuasi terbatas dibandingkan jumlah pengungsi. Dengan jumlah tenda sebanyak 47, diperkirakan saat ini 800-900 orang tinggal di titik pengungsian.. Tenda juga belum ada informasi tentang mekanisme pelaporan dan penanganan kekerasan yang mudah diakses.
RNA juga menemukan, anak-anak merasa tidak aman saat tinggal di kamp pengungsian. Tidak adanya pemisahan ruangan antara laki-laki dan perempuan, serta lampu penerangan yang terbatas, anak-anak dan perempuan rawan mengalami kekerasan.
Ketiga, sekitar 524 sekolah rusak serta tidak terlihat adanya tempat belajar sementara. “Anak-anak kehilangan bahan belajar, seragam sekolah, mainan dan barang-barang berharga mereka. Mereka juga tidak memiliki kegiatan untuk dilakukan karena sekolah ditutup dan tidak ada kegiatan belajar mengajar yang diadakan di ruang belajar sementara,” ungkap Dini.
Keterbatasan air dan toilet di lokasi bencana juga rawan menimbulkan gangguan kebersihan dan kesehatan bagi anak-anak. “Anak-anak mengalami kesulitan mengganti pakaian dalam, bra, serta menjaga kebersihan menstruasi karena terbatasnya pakaian dalam dan pembalut yang tersedia,” kata Dini.
Oleh karena itu, sebagai lembaga yang berfokus pada perlindungan hak anak dan kesetaraan anak perempuan, Plan Indonesia merekomendasikan dua hal mendesak untuk diberikan kepada warga terdampak gempa, khususnya anak-anak. Pertama, memberikan bantuan di bidang pendidikan, perlindungan anak, air, sanitasi, dan hygiene (WASH) untuk jangka waktu sampai tiga bulan, berdasarkan kebutuhan-kebutuhan khusus di atas.
“Kedua, upaya tersebut perlu dilanjutkan ke fase pemulihan, khususnya mengembangkan sekolah tangguh bencana (resilient school) yang mengandung tiga komponen yaitu fasilitas sekolah yang aman, manajemen sekolah yang aman, dan pendidikan kesiapsiagaan dan tangguh bencana,” kata Dini.