Lembaga sertifikasi sawit berkelanjutan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menyatakan 20 persen produksi minyak sawit global telah bersertifikat RSPO. Hal tersebut dinyatakan Chief Executive Officer (CEO) RSPO Joseph D’Cruz pada pidato sambutannya di pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RT2022) pada Selasa (29/11).
“Semua anggota RSPO menjalankan standar sertifikasi yang ketat untuk bisa menjalankan industri kelapa sawit berkelanjutan,” kata D'Cruz pada acara yang berlangsung selama 28 November-1 Desember 2022 di Shangri La Hotel Kuala Lumpur, Malaysia ini.
Per November 2022, D'Cruz menyatakan 20 persen minyak sawit dunia bersertifikat RSPO. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dibanding 2011 yang sebesar 11 persen.
Pada RT2022, RSPO meluncurkan RSPO Impact Report 2022 yang menyelaraskan kerangka kerja dampak RSPO dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs). Penyelarasan dampak dijabarkan dalam tujuh poin, yaitu penghormatan hak asasi manusia, pelibatan petani swadaya, perlindungan lingkungan, pencegahan kebakaran, pembatasan perubahan iklim, penguatan sertifikasi, dan transformasi pasar.
Laporan tersebut mengungkapkan beberapa capaian selama 18 tahun RSPO berdiri. Di antaranya adalah jumlah area perkebunan sawit tersertifikasi mencapai 4,5 juta hektare (ha) yang tersebar di 21 negara. Dari area tersebut, seluas 301.020 ha lahan telah dilestarikan dan dilindungi sebagai kawasan Nilai Konservasi Tinggi (NKT).
Capaian lainnya terkait hak asasi manusia, RSPO menyatakan telah melindungi hak asasi setengah juta pekerja perkebunan dan pabrik di seluruh dunia dengan prinsip dan kriteria RSPO . Ditambah, RSPO juga memiliki program penyaluran dana untuk peningkatan kapasitas budi daya sebesar US$ 4 juta yang disalurkan kepada para petani sawit di 12 negara berkembang.
Khusus untuk penurunan emisi, RSPO juga berupaya melakukan upaya dekarbonisasi sejak 2015. Total emisi yang berhasil dikurangi setara dengan hampir 400 ribu mobil yang dikendarai setiap tahunnya.
Masih dalam sambutannya, D’Cruz juga menekankan bahwa komitmen keberlanjutan adalah sebuah perjalanan. “RSPO bersama dengan semua anggota, dengan melibatkan para pemangku kepentingan saling bergandengan tangan agar misi sawit berkelanjutan bisa dijalankan, sehingga menghasilkan dampak-dampak positif bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi,” ucap D'Cruz.
Jika industri sawit dijalankan secara berkelanjutan, ini dapat berkontribusi pada pencapaian target net zero emission, mendorong kehidupan yang layak, meningkatkan kesejahteraan bagi jutaan keluarga di negara-negara berkembang, dan berkontribusi pada konservasi dan keanekaragaman hayati,” kata D'Cruz.
D'Cruz mengakui, banyak hal sudah dilakukan dan capaian yang didapatkan, namun masih banyak tantangan di depan. Salah satu tantangan tersebut adalah soal rantai pasok, mengenai bagaimana memastikannya agar berjalan secara berkelanjutan.
Pada konferensi pers di hari yang sama, D'Cruz mengatakan, RSPO sedang mengumpulkan data-data anggota RSPO sehingga bisa melacak apakah tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan berasal dari perkebunan sawit hasil deforestasi atau bukan.
Selain itu, Co-Chair RSPO Dato’ Carl Bek-Nielsen dalam konferensi pers yang sama menambahkan, anggota RSPO terikat pada komitmen prinsip dan kriteria RSPO. Sehingga, jika ada yang melakukan pelanggaran, maka pihak yang melanggar akan mendapat hukuman berat.
“Jika ada anggota RSPO yang melakukan deforestasi misalnya, maka perusahaan/pekebun tersebut kami banned, sehingga tidak bisa menjual hasil sawitnya ke pasar internasional,” tegas Carl.