Upaya Erick Thohir Konsolidasikan Potensi Islamic Finance di Tanah Air
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan jaringan ekosistem umat Islam bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia. Potensi besar itu dapat turut dikedepankan untuk mengembangkan ekonomi syariah yang inklusif.
Selama ini anggapan umum yang berkembang di tengah masyarakat adalah potensi ekonomi keumatan di Indonesia besar, tapi belum tergarap maksimal. Bisa terlihat dari nama Indonesia yang tidak masuk dalam daftar lima besar negara produsen halal terbesar di dunia.
"Kita bangga, karena kita negara yang berpenduduk muslim terbesar. Tetapi kalau kita lihat data-data ekonominya, kita ini tidak masuk negara produsen halal terbesar di dunia, 5 besar pun tidak masuk," ujar Erick Thohir saat memberikan sambutan di acara Silaturahmi akbar Mathla’ul Anwar di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (29/1).
Untuk itu, Erick berpesan bahwa anggapan tersebut harus diputarbalikkan. Menurutnya, umat Islam Indonesia perlu menjadikan ekonomi keumatan sebagai landasan pemberdayaan, agar bisa berbicara lebih jauh di panggung global.
"Kita tidak boleh hanya sekedar menjadi penonton dan hanya mengkonsumsi tetapi kita harus menjadi produsen, bagaimana ekonomi keumatan harus menjadi landasan," katanya.
Sebenarnya, menurut Erick, umat Islam di Indonesia punya segudang potensi untuk lebih kompetitif di panggung global. Pasalnya jaringan umat Islam dan aset-aset yang tersebar di penjuru Tanah Air bisa dimanfaatkan guna menunjang perluasan ekonomi syariah.
Sebagai contoh, ekosistem Islam di Indonesia hari ini memiliki 267.745 masjid dan 324.679 musala. Selain itu terdapat Islamic Finance yang terdiri dari 4.500 Baitul Maal Tamwil, 164 Badan Pembiayaan Rakyat Syariah, 14 Bank Umum Syariah, 20 Unit Usaha Syariah, 9 fintech dan 29 asuransi.
Lalu, lembaga pendidikan Islam terdiri dari 47.221 sekolah, 6.230 perguruan tinggi dan 56 PTAIN serta 27.722 pesantren. Adapun, untuk Haji dan Umrah, di Indonesia sudah terdapat 906 travel, 1.559 KBIH, 1 juta jemaah umroh per tahun dan 220.000 jemaah haji per tahun.
Selanjutnya Indonesia juga memiliki Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf (Ziswaf) yang terdiri dari zakat dengan potensi Rp 327,6 triliun dan realisasi Rp 71,1 triliun serta wakaf uang dengan potensi Rp 180 triliun dan realisasi Rp 820 miliar.
Di Indonesia juga terdapat 500 Rumah Sakit Islam dari 2.900 RS atau sebesar 17,2 persen. Sedangkan produk halal, kata Erick, terdapat e-commerce seperti Tokopedia salam dan Shopee barokah. Hingga saat ini, terdapat 7.536 produk halal dan 19.071 produk halal yang sedang dalam proses.
Belum lagi menghitung modal sosial kemasyarakatan yang sangat besar dan bisa terhimpun dalam kesatuan yang solid. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi intervensi kesenjangan yang ada di Indonesia, sehingga dapat membantu membangun kesejahteraan masyarakat.
"Ini yang saya harapkan bagaimana kita harus bersama-sama mengintervensi kesenjangan ini dan kita harus lanjutkan perubahan yang sudah terjadi untuk kesejahteraan kita semua," ujar Erick.
Konsolidasi Bank Syariah
Salah satu upaya yang akan dilakukan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah ialah melakukan konsolidasi bank-bank Islam yang tergabung dalam Bank Syariah Indonesia (BSI).
Berdasarkan data per Juni 2022, bank yang merupakan hasil merger dari BRI Syariah, BNI Syariah dan Mandiri Syariah ini sudah menjadi bank ke-7 terbesar di Indonesia dengan total aset Rp 277 triliun.
Perombakan bank-bank syariah di Himpunan Bank Negara (Himbara) menjadi BSI juga bertujuan memajukan UMKM di Indonesia yang telah tertuang dalam program BSI. Langkah ini menjadi salah satu upaya transformasi di BUMN yang terus menyediakan program yang sesuai dengan kebutuhan wirausaha serta UMKM Indonesia.
“Ini akan mengintervensi bagaimana munculnya pengusaha-pengusaha muslim, munculnya ekonomi pesantren dan ekonomi umat, munculnya bagaimana pendidikan di Indonesia yang fokus kepada pemikiran umat yang bisa berkembang," tutur Erick.
Dilansir dari laporan keuangan perseroan, pada kuartal II-2022, BSI membukukan laba bersih sebesar Rp 2,13 triliun atau tumbuh 41,31 persen year on year (yoy).
Di sisi lain, BSI mencatat pertumbuhan aset sebesar 12,46 persen secara yoy menjadi Rp 277,34 triliun. BSI juga meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya dengan membaiknya biaya operasional (BOPO) menjadi 74,50 persen.