Gunung Karang sempat menjadi primadona wisata di Majalengka sebelum pandemi menghantam. Saat sedang ramai, kawasan bukit berbatu ini bisa dikunjungi ratusan orang per hari. Namun, sejak Covid-19, Gunung Karang seperti kehilangan pamornya. Jumlah kunjungan merosot drastis.

“Sekarang ada dua-tiga orang yang berkunjung saja sudah alhamdulillah,” kata Ketua Kelompok Perhutanan Sosial (KUPS) Apih Tayum.

Namun, pengelola tak patah arang. Pagi itu (26/1), udara terasa dingin menggigit tetapi Apih dan Ahdi Rahdian, Pendamping KUPS Gunung Karang, bercerita dengan penuh semangat soal rencana pengembangan ekowisata ini. 

Menurut rencana, pengembangan akan fokus di beberapa area. Mulai dari penambahan berbagai aktivitas menarik bagi pengunjung hingga kelengkapan sarana dan prasarana. 

Ahdi bercerita, Gunung Karang sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi ekowisata yang memikat. Selain menyuguhkan pemandangan menawan, kawasan Gunung Karang juga bisa menjadi sentra pelestarian kebudayaan Sunda.

Tim Katadata sedang mendaki Gunung Karang. (Fitria Nurhayati/Katadata)

Salah satu rencana, pengelola akan menawarkan permainan tradisional sebagai bagian dari aktivitas wisata. Lokasinya akan berada di area dekat warung yang memang belum dimanfaatkan secara maksimal. Pengunjung bisa bernostalgia dengan permainan tradisional seperti jujungkungan (egrang), bakiak, dan sesepletan alias permainan ketapel. 

Menurut Ahdi, permainan tradisional ini memiliki beragam manfaat. Bakiak misalnya, mengharuskan pemain untuk menyelaraskan gerakan kaki dan mengatur tempo. Hal itu bisa membantu memperkuat konsentrasi, kerja sama dan keseimbangan tubuh. 

“Nilai tambahnya, ketika bermain sambil tertawa lewas, bisa meningkatkan produksi hormon serotonin dan dopamin yang membantu meningkatkan suasana hati sekaligus mendorong semangat,” tuturnya.

Pengelola akan memanfaatkan bahan-bahan dari alam seperti bambu, kayu, dan batok kelapa untuk membuat alat permainan. “Karena ini ekowisata, alias wisata yang berbasiskan alam, jadi kami akan menghindari penggunaan plastik dalam aktivitas di sini,” tegas Ahdi. 

Pengelola juga memilih menamai permainan tradisional dengan bahasa sunda. Dengan harapan dapat melestarikan budaya dan pengunjung yang datang bisa merasakan suasana Sunda. Permainan tradisional ini bukan hanya diperuntukkan bagi anak-anak saja, melainkan segala usia.

Setelah lelah bermain, pengunjung bisa bersantai sambil menikmati kuliner lokal. Pengelola akan menyediakan berbagai masakan tradisional seperti nasi liwet hingga rebusan pisang, ubi, dan jagung. Jika ingin menikmati cita rasa yang berbeda, ada juga rujak buah yang menunya akan disesuaikan dengan musim panen. Dengan aktivitas ini, pengunjung bisa ngariung bersama keluarga sembari menikmati pemandangan Gunung Karang. 

Pengembangan ini akan membuat masyarakat sekitar terlibat dalam ekowisata Gunung Karang. Warga di sekitar lokasi bisa menyuplai bahan pokok hingga berjualan untuk mendukung wisata kuliner. 

Lokasi yang akan dikembangkan menjadi area berkemah. (Fitria Nurhayati/Katadata)



Tidak cuma itu, pengelola juga berencana mengadakan aktivitas berkebun. Pengunjung bisa belajar menyemai benih, merawat tanaman, hingga memetik buah jika sudah panen. Okka, Kepala Bidang Destinasi Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Majalengka, mengatakan tanaman bernilai ekonomis seperti alpukat, mangga, durian, dan jambu kristal bisa ditanam di kawasan Gunung Karang. 

Tanaman endemik yang sudah mulai jarang ditemui seperti duwet atau jamblang juga akan ditanam di kawasan ini.  “Duwet ini mulai jarang ditemui. Padahal ini tanaman endemik yang perlu dilestarikan dan manfaatnya bagi kesehatan luar biasa,” jelasnya. 

Apih bercerita, sebelum pandemi kawasan Gunung Karang juga sering dimanfaatkan untuk berkemah. Tak jauh dari area berkebun, terdapat tanah lapang yang cukup untuk menampung hingga 20 tenda. 


Ke depan, pengelola akan fokus mengembangkan fasilitas camping tersebut. Kendati demikian, Apih menyadari mereka harus menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai seperti toilet dan air bersih. 

Saat ini, toilet yang ada sudah tidak berfungsi. Pengunjung kini hanya bisa mengandalkan toilet di area bawah yang terletak jauh dari lokasi camping.  “Pelan-pelan kami akan memperbaiki sarana dan prasarana supaya pengunjung bisa menikmati Gunung Karang dengan nyaman,” kata Apih. 

MCK yang akan direnovasi. (Fitria Nurhayati/Katadata)

Gunung Karang yang menjulang setinggi 500 meter sebetulnya memiliki potensi wisata petualangan yang sangat besar. Puncaknya yang bisa ditempuh sekitar 15 menit berjalan santai menawarkan pemandangan hijau sejauh mata memandang. Selain itu, kawasan ini memiliki gua alami yang siap dijelajahi. Pengelola kini memiliki pekerjaan rumah untuk melengkapi potensi alam tersebut dengan berbagai fasilitas seperti tangga dan petunjuk arah. 

Memperkuat SDM

Sarana dan prasarana saja tentu belum cukup untuk mengembangkan potensi wisata Gunung Karang. Ahdi menuturkan salah satu modal utama membangun ekowisata adalah sumber daya manusia. Menurutnya,  pengelola Gunung Karang sebetulnya sudah andal untuk urusan lapangan. Namun, kemampuan strategi pengembangan dan pengelolaan masih perlu terus diasah.

Okka dari Dinas Pariwisata Majalengka mengatakan siap membantu pengembangan kapasitas anggota KUPS Gunung Karang. Ia berjanji akan memfasilitasi para pengelola untuk ikut dalam berbagai pelatihan. 

Pengelola Gunung Karang pasca diskusi pengembangan kegiatan serta perbaikan sarana dan prasarana. (Fitria Nurhayati/Katadata)

Selain itu, Dinas Pariwisata Majalengka juga akan memasukkan ekowisata Gunung Karang dalam bagian paket destinasi wisata kota. Gunung Karang akan menjadi satu-satunya wisata kota yang menawarkan pemandangan alam. Apalagi kawasan ini relatif dengan dengan pusat Kota Majalengka. 

“Kami mengakui masih perlu banyak belajar. Bagaimana membuat perencanaan jangka pendek sampai jangka panjang, jadi pemandu yang baik, juga bagaimana mempromosikan Gunung Karang,” tutur Apih, bersemangat. 

Bagi Apih dan anggota KUPS lain yang sudah bertahun-tahun mengelola Gunung Karang, ini akan menjadi perjalanan baru yang mendebarkan. Waktu sudah membuktikan ekowisata ini punya potensi besar untuk terus dikembangkan.

“Kami sangat berharap Gunung Karang kembali ramai. Bisa kembali mendengar riuh suara canda tawa pengunjung di sini,” pungkas Apih penuh harap.