Dalam rangka upaya mengurangi emisi karbon, Pertamina akan mengembangkan bisnis Carbon Capture Storage (CCS) dan Gas Alam Cair (LNG) secara terintegrasi.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina akan mengubah tren investasi secara bertahap dari bisnis minyak (fuel) kepada bisnis carbon capture dan solusi gas alam.
Pengembangan bisnis karbon dan gas alam oleh Pertamina ini sendiri sejalan dengan pencapaian target pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.
“Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan CO2 sebanyak 400 gigaton. Jadi, kami dapat mengembangkan sebuah pusat Kawasan untuk CO2. Dan sangat penting bahwa mekanisme perdagangan karbon harus dibentuk agar CCUS menjadi lebih layak secara ekonomi,” ujar Nicke Widyawati dalam Bloomberg CEO Forum at ASEAN, yang berlangsung di Jakarta, Rabu (6/9).
Menurut Nicke, negara-negara di dunia menghadapi masalah serius yang sama terkait perubahan iklim dan tujuan bersama mencapai net zero emission. Tujuan ini berarti bahwa semua negara dan perusahaan tengah berlomba menuju garis finis yang sama, yakni tercapainya net zero emission.
Nicke menambahkan, Pertamina telah menjalankan roadmap transisi energi yang tepat dengan menjaga keseimbangan antara keandalan dan keamanan energi nasional sekaligus mengatasi masalah iklim.
“Menyadari adanya kontribusi bisnis yang mewariskan emisi karbon, kami akan mengembangkan bisnis karbon negatif, termasuk carbon capture, utilization and storage (CCUS) serta solusi gas alam,” imbuh Nicke.
Dalam perencanaan jangka panjang, Pertamina akan mengalokasikan sebagian besar investasinya, sekitar 60% hingga 65% untuk pengembangan gas alam cair (LNG) di sektor hulu.
Selain itu, Pertamina juga mengalokasikan 15% dari CAPEX untuk mengembangkan bisnis nol karbon seperti panas bumi, energi surya, dan angin, yang sangat penting dalam mencapai target net zero emission.
“Tujuan utama kami adalah mencapai keamanan dan kemandirian energi. Penting untuk dicatat bahwa meskipun kami terus mengoperasikan aset minyak dan gas kami, namun kami melakukannya dengan lebih sadar terhadap lingkungan melalui operasional bisnis yang berkelanjutan,” tutur Nicke.
Saat ini Pertamina telah memulai beberapa upaya dekarbonisasi untuk mengurangi emisi dari aset bisnis yang ada dan berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 31%.
Prestasi tersebut telah mendorong Pertamina menjadi peringkat kedua secara global dalam sub-sektor minyak dan gas terintegrasi dalam hal kinerja ESG.
“Kami menganggap ini sebagai awal yang baru dan tetap berkomitmen untuk inisiatif lebih lanjut,” ujar Nicke.
Menurut Nicke, gas tetap menjadi bahan bakar transisi yang penting dengan kapasitas energi yang andal. Oleh karena itu, Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan industri hulu gas, termasuk hidrogen biru, amonia biru, metanol, dan infrastruktur gas yang diperlukan di seluruh rantai nilai.
Sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, Pertamina berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s).
Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.