Fasilitasi Pemilik Usaha, UOB Rilis UOB Business Outlook Study 2023

Dok. UOB Indonesia
Perilisan UOB Business Outlook Study 2023 oleh UOB Indonesia di Jakarta, Kamis (14/9).
Penulis: Umar Qadafi
16/9/2023, 09.12 WIB

UOB Indonesia telah merilis UOB Business Outlook Study 2023 yang ditujukan bagi usaha kecil dan menengah (UKM) dan usaha berskala besar, Kamis (14/9). 

Laporan tersebut menunjukkan prospek bisnis yang positif pada tahun 2023 di tengah tingkat inflasi yang tinggi serta tantangan perekonomian global. Kajian ini melibatkan 530 perusahaan dari berbagai sektor di kota-kota besar di Indonesia. 

Sembilan puluh persen UKM dan perusahaan berskala besar di Indonesia merasa optimis terhadap bisnis mereka pada tahun 2023 meskipun banyak dari mereka yang melaporkan menghadapi perubahan dan tekanan eksternal dalam operasionalnya tahun lalu. 

Sentimen business outlook yang positif ini sebagian besar dilaporkan pada sektor-sektor seperti layanan masyarakat dan pribadi dan industri, minyak dan gas, serta manufaktur dan teknik. 

Ke depan, sebagian besar usaha mengambil langkah-langkah guna memastikan mereka tetap siap menghadapi perubahan lingkungan ekonomi. 

Adopsi solusi digital untuk proses otomatisasi dan peningkatan pengalaman nasabah merupakan langkah utama untuk mendorong pertumbuhan. 

Selain itu, dalam tiga tahun ke depan, dunia usaha akan memprioritaskan digitalisasi bisnis dalam rangka meningkatkan efisiensi (43 persen), mengembangkan sumber pendapatan baru (36 persen), serta memberikan keterampilan atau meningkatkan keterampilan terhadap SDAM yang ada (27 persen). 

Bisnis di sektor-sektor seperti teknologi, media dan telekomunikasi serta layanan profesional berada di garis depan dalam mendigitalkan model bisnis untuk mendorong pertumbuhan.

Meskipun prospek bisnis tetap positif, dunia usaha masih merasakan dampak kenaikan inflasi yang dapat menyebabkan biaya produksi lebih tinggi. 

Menurut kajian tersebut, sembilan dari sepuluh bisnis di Indonesia terkena dampak inflasi yang tinggi sehingga menyulitkan mereka untuk bersaing dan juga dapat mengakibatkan berkurangnya keuntungan. 

Oleh karena itu, hampir satu dari dua dunia usaha di Indonesia fokus pada pemotongan biaya aktivitas perusahaan guna mengatasi inflasi. 

Selain itu, inflasi global juga berdampak pada rantai pasokan. Lebih dari tujuh dari 10 perusahaan menyatakan bahwa rantai pasokan mereka terkena dampak masalah geopolitik yang menyebabkan meningkatnya biaya pasokan dalam pengadaan bahan mentah. 

Kajian ini menyoroti bahwa hampir dua dari lima perusahaan di Indonesia berupaya membangun hubungan pemasok yang lebih kuat untuk mengelola rantai pasokannya dengan lebih baik. 

Sementara itu, rantai pasokan digital yang hemat biaya dapat membantu dunia usaha dalam memitigasi dampak akibat guncangan yang disebabkan inflasi.

Sektor-sektor seperti industri, minyak dan gas serta manufaktur dan teknik akan memperoleh manfaat yang lebih besar dari solusi teknologi yang tepat. 

Pandemi telah mempercepat pertumbuhan adopsi digital. Adopsi dan keberlanjutan teknologi memiliki potensi yang besar dalam mendorong dampak positif terhadap lingkungan dan sosial guna menjamin kelangsungan bisnis dalam jangka panjang. 

Bersama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia menghadapi kebutuhan yang kian mendesak akan penerapan keberlanjutan. 

Namun, kajian ini menunjukkan bahwa hanya 47 persen perusahaan yang telah menerapkan praktik keberlanjutan dalam bisnisnya. 

Meningkatnya minat terhadap keberlanjutan didorong oleh bagaimana hal tersebut dapat membantu perusahaan menarik investor, meningkatkan reputasi, serta meningkatkan kolaborasi dengan perusahaan berskala besar. 

Guna mempercepat penerapan keberlanjutan, dunia usaha mencari lebih banyak opsi dalam pembiayaan berkelanjutan untuk mendukung rencana keberlanjutannya. 

Dengan pesatnya adopsi teknologi digital, dunia usaha perlu sigap dalam menetapkan prioritas utama untuk mendorong pertumbuhan bisnis. 

Adopsi digital untuk dunia usaha telah menghasilkan kinerja yang lebih baik, produktivitas yang lebih tinggi, serta peningkatan jangkauan nasabah. 

Namun, digitalisasi membawa tantangan yang perlu diatasi, termasuk kekhawatiran terhadap masalah keamanan siber dan peningkatan risiko pelanggaran data. 

Dunia usaha di Indonesia menunjukkan minat yang kuat untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, khususnya di kalangan perusahaan Real Estate/Perhotelan dan Barang Konsumsi.

Hampir tujuh dari sepuluh bisnis termotivasi untuk melakukan ekspansi luar negeri untuk mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi. 

Sementara itu, lebih dari delapan dari sepuluh bisnis di Indonesia berkeinginan untuk melakukan ekspansi luar negeri dalam tiga tahun ke depan. 

Asia Tenggara—khususnya Singapura, Malaysia, dan Thailand—merupakan tujuan pasar utama bagi dunia usaha, diikuti Asia Utara. 

Namun, satu dari dua pelaku usaha menyatakan menemukan kesulitan dalam menemukan mitra yang tepat untuk diajak bekerja sama dan tidak memadainya dukungan keuangan atau pendanaan, khususnya usaha yang bergerak di sektor Wholesale Trade dan Jasa Bisnis. 

Harapman Kasan, Wholesale Banking Director UOB Indonesia mengatakan, sebagai salah satu kekuatan ekonomi di Asia Tenggara, Indonesia menawarkan banyak peluang ekonomi bagi pertumbuhan bisnis. 

Melalui UOB Business Outlook Study, sambung Harapman, yang bertujuan mengumpulkan insight dari dunia usaha di Indonesia dan kawasan, UOB berkomitmen membantu dunia usaha menavigasi lanskap yang dinamis di kawasan ASEAN untuk mencapai potensi yang penuh. 

“Dengan memanfaatkan pengetahuan industri dan keahlian pasar di Indonesia, kami berada di posisi yang baik untuk melayani kebutuhan bisnis antar negara, serta menawarkan pembiayaan ramah lingkungan dan solusi keuangan khusus lainnya,” ujar Harapman. 

Kajian Outlook Bisnis UOB ini dilaksanakan setiap tahun di Singapura sejak tahun 2020. Untuk pertama kalinya, survei ini diperluas ke tujuh pasar utama di Asia. Survei ini melibatkan lebih dari 4.000 UKM dan perusahaan berskala besar dari Desember 2022 hingga Januari 2023.