Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Dyah S. Saminarsih menyatakan perbaikan sektor kesehatan Tanah Air memerlukan komitmen politik dari pemimpin yang terpilih pada Pemilu 2024 mendatang. Sebab, saat ini pihaknya melihat terjadi penurunan komitmen di sektor kesehatan setelah Pandemi Covid-19 berakhir.
"Agenda sektor kesehatan harus menjadi prioritas kebijakan atau political will. Kami melihat adanya penurunan komitmen, baik dari sisi anggaran seperti penghapusan mandatory spending yang sejalan dengan dianggap selesainya Covid-19, ataupun aspek tata kelola,” ujar Dyah dalam konferensi pers peluncuran white paper bertajuk Indonesia’s Health Sector Development (2024-2034) dalam Primary Health Care Forum 2023, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (13/11).
Pada 2024 mendatang, kata Dyah, arah politik dan hasil pemilu bisa mempengaruhi kebijakan, termasuk di bidang kesehatan. Padahal, pihaknya melihat keberlanjutan kebijakan adalah kunci untuk memperkuat sektor kesehatan. Hal itu semestinya menjadi bagian dari political will, khususnya di perhelatan Pemilu 2024.
Oleh sebab itu, pihaknya merilis white paper berdasarkan skenario yang bisa terjadi pada sektor kesehatan dalam jangka waktu panjang, yakni 10 tahun ke depan. White paper ini berisi tentang rumusan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan kesehatan seiring dengan persiapan terhadap dinamika pembangunan usai berakhirnya pandemi Covid-19.
"Kami juga menginginkan adanya komitmen tata kelola. Jadi politisi yang di sini juga bisa melihat bahwa kalau sektor kesehatan harus mendapat perhatian sekaligus memahami bahwa kesehatan itu investasi,” ujarnya.
Di sisi lain, Dyah menerangkan, dalam skenario 10 tahun itu, para peneliti mengkaji beberapa sisi penting dari sektor kesehatan nasional. Beberapa di antaranya adalah sistem kesehatan nasional dan pelayanan kesehatan primer. Dua hal itu dikaji dari kebijakan yang berlaku sebelum pandemi, sehingga memperlihatkan dampaknya selepas pandemi.
Adapun, dalam white paper tersebut, juga terdapat gambaran sektor kesehatan Tanah Air terkini. Menurut Dyah, berdasarkan white paper tersebut, Indonesia berada dalam posisi business as usual. Posisi ini sebenarnya tidak begitu buruk, karena berarti Indonesia sedang dalam fase pembaruan dan perbaikan, meski ada sejumlah hal yang mesti diperbaiki.
“Hal-hal yang dimaksud itu seperti tata kelola yang fragmented, atau komitmen anggaran yang sepotong-sepotong,” ungkap Dyah.
Selain itu, menurut Dyah, kajian ini tidak hanya tertuju untuk pemimpin di tingkat eksekutif semata. Para pengambil kebijakan di tingkat daerah, pelaku pembangunan, komunitas, dan generasi mendatang bisa menjadikan white paper ini sebagai adopsi pembelajaran sistem kesehatan nasional di tempat mereka masing-masing.
“Kita sekarang ini memerlukan pemerintah yang punya perspektif health system. Kita juga perlu investasi yang cukup. Akan ada kesinambungan juga dengan banyak mitra strategis di sini, termasuk juga politisi,” kata Dyah.