Yayasan Rumah Energi (YRE) mengembangkan Koperasi Hijau yang diarahkan untuk pengadaan biogas komunal di setiap rumah tangga pedesaan.
Aksi tersebut dilakukan melalui Program Biogas Rumah (Biru). Di dalam program ini, YRE mendampingi koperasi untuk menjadi mitra penggulir dana pinjaman pembangunan biogas bagi para anggotanya.
Selain bagian dari pengolahan limbah kotoran ternak, rumah tangga petani dan peternak bisa menggunakan biogas untuk mengurangi penggunaan gas LPG untuk memasak. Mereka juga akan memperoleh keuntungan dari pemanfaatan ampas biogas (bioslurry) untuk pupuk tanaman.
Program Officer Program Biru YRE Danastri Widoningtyas mengatakan, YRE memberikan pelatihan teknis kepada 1.570 orang hingga akhir 2023.
"Sampai dengan pengujung 2023, ada sekitar 25 koperasi yang menjadi mitra pinjaman sekaligus mitra konstruksi biogas yang memiliki tukang maupun teknisi biogas terlatih,“ ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (29/3).
YRE mencatat, terdapat 61 koperasi yang menyalurkan pinjaman biogas kepada masyarakat calon pengguna dalam Program Biru. Sumber pendanaan ini beragam, misalnya dana hibah melalui program kerja sama, dana bergulir dari lembaga penyedia pinjaman, dan dana koperasi.
Sementara itu, Manajer Komunikasi YRE Fauzan Ramadhan menuturkan, koperasi dan anggotanya bergerak di akar rumput terutama area pedesaan. Koperasi Hijau dicetuskan untuk mengarusutamakan konsep hijau yang identik dengan ramah lingkungan dan berkelanjutan di dalam lingkup kelembagaan koperasi.
“YRE percaya koperasi merupakan lembaga yang dekat dengan masyarakat dan dapat menjadi kendaraan untuk memobilisasi pembiayaan untuk aksi iklim,” ujar dia.
Studi YRE menemukan koperasi memiliki kemampuan untuk menyalurkan pembiayaan perubahan iklim. Narasi koperasi hijau perlu didorong untuk menunjukkan sektor hijau berorientasi kepada lingkungan hidup sekaligus menguntungkan dari segi bisnis.
“Secara prinsip, koperasi hijau dan sektor kerja hijau atau green jobs bisa berjalan bersamaan dan bahkan saling melengkapi,” imbuhnya.
Lebih jauh, Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia Ridwan Arif menyatakan, bahwa peluang pertumbuhan green jobs berpotensi tinggi di daerah rural, khususnya di bidang energi. Menurutnya, biogas merupakan salah satu praktik sistem pertanian terpadu atau integrated farming system yang mengupayakan terciptanya ekonomi sirkular.
“Bahan baku biogas banyak berasal dari produk samping (by product) baik dari proses pertanian maupun peternakan,” imbuh Arif.
Adapun, peluang penambahan kerja di sektor energi disebabkan adanya upaya pemerintah untuk mengejar rasio elektrifikasi. Salah satunya, dengan membangun pembangkit desentralisasi sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada, baik pembangkit listrik tenaga surya, bayu, maupun mikro hidro.
Menurut Ridwan, semua proses pembangunan pembangkit di daerah rural hingga operasional dan perawatan dapat melibatkan masyarakat setempat. Transisi energi perlu diiringi peningkatan kapasitas SDM di wilayah rural agar pembangunan bisa berkelanjutan.
Ridwan juga menyoroti potensi green jobs selain dari sektor energi, seperti dari pariwisata. ”Menurut catatan Kemenparekraf, kini terdapat 3.410 desa wisata dari 43 provinsi di Indonesia. Jika seluruh desa wisata tersebut dapat menerapkan wisata yang ramah lingkungan, tentunya akan menciptakan green jobs yang besar,” imbuhnya.
Kepastian Hukum dan Masalah Kelembagaan
Fauzan mengungkapkan pula bahwa kini belum ada payung hukum yang bisa menjadi acuan bersama untuk menjalankan Koperasi Hijau. Keberadaan regulasi bisa menjadi koridor yang jelas dalam pengelolaan Koperasi Hijau untuk meminimalisasi praktik-praktik yang melanggar hukum.
Selain hambatan kebijakan dan peraturan, masalah lain yang dihadapi adalah lanskap pembiayaan yang kompleks, kapasitas koperasi yang terbatas, biaya transaksi yang tinggi, serta kolaborasi jaringan yang terbatas.
“Payung hukum dibutuhkan dalam mengakselerasi pengarusutamaan perubahan iklim di dalam kelembagaan koperasi maupun praktik bisnis yang dijalankannya,” ujarnya.
Saat ini, YRE sedang mempersiapkan fase dua Program Koperasi Hijau. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap koperasi-koperasi Indonesia berkenaan isu risiko iklim dan kebutuhan peningkatan kapasitas.
“Tujuan jangka panjang kami, 100 koperasi terbesar di Indonesia dapat memobilisasi pembiayaan dan sumber daya nonfinansial untuk aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” ucapnya.
Senada, Ridwan menyampaikan payung hukum penting dalam memastikan Koperasi Hijau berjalan dbaik. “Tanpa payung hukum, akan sangat mungkin kata ‘hijau’ dalam Koperasi Hijau disalahgunakan dan menjadi instrumen green washing,” ujarnya.
Sementara itu, terkait akses dana iklim, Koaksi Indonesia mengupayakan membangun pemahaman melalui diskusi-diskusi publik tentang dana iklim. Harapannya peluang-peluang ini dapat diketahui serta dimanfaatkan oleh organisasi yang lebih luas, baik organisasi skala nasional maupun lokal.
Menurut Ridwan, kebijakan yang mengarah kepada pembangunan berkelanjutan dengan titik berat pada lingkungan akan menjadi suatu keniscayaan dalam beberapa tahun ke depan.
Peluang ini perlu dimanfaatkan secara baik terutama bagi anak muda sehingga dapat berpartisipasi dalam sektor green jobs. “Green jobs dan manfaatnya yang jauh lebih besar harus disebarluaskan guna mempercepat terciptanya ekonomi hijau,” katanya.