Pemegang Saham Weda Bay Komitmen Terapkan Pertambangan Berkelanjutan

ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Seorang pekerja memperlihatkan bijih nikel di smelter feronikel yang dimiliki oleh perusahaan tambang negara Aneka Tambang Tbk di distrik Pomala, Indonesia, 30 Maret 2011.
Penulis: Luky Maulana
4/4/2024, 17.55 WIB

Eramet Indonesia menyampaikan komitmennya untuk menerapkan praktik pertambangan berkelanjutan sesuai standar Initiative Responsible Mining Assurance (IRMA). Salah satu pemegang saham PT Weda Bay Nickel (WBN) ini menyebut penerapan standar itu bakal mendatangkan sejumlah manfaat positif.

Eramet, perusahaan tambang metal dan mineral asal Prancis, saat ini menargetkan untuk melibatkan seluruh lokasi tambangnya, termasuk Indonesia dalam proses verifikasi independent IRMA pada 2027.

Perusahaanmempersiapkan WBN untuk diaudit oleh auditor pihak ketiga IRMA pada aspek lingkungan, sosial, dan kemasyarakatan. Sejalan dengan persyaratan IRMA, penilaian mandiri akan dilakukan, sebelum audit eksternal yang dijadwalkan pada 2025.

Saat ini WBN dikatakan sebagai satu-satunya perusahaan tambang di Indonesia yang akan dinilai menggunakan standar IRMA. Asal tahu saja, Weda Bay Nickel baru mulai beroperasi akhir 2019. Meski demikian, perusahaan telah menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia.

“Kami percaya, pencapaian ini dibarengi dengan komitmen kuat terhadap praktik penambangan yang bertanggung jawab,” kata Chief Sustainability and External Affairs Officer Eramet Group, Virginie de Chassey, dalam keterangan tertulis usai berkunjung ke Jakarta beberapa waktu lalu, Rabu (3/4/2024).

Bagi Virginie, menjalankan bisnis tambang yang bertanggung jawab itu bukan tambahan biaya, melainkan prioritas utama dan telah terintegrasi di seluruh operasional Eramet.

“IRMA menawarkan standar tingkat tinggi yang sejalan dengan tujuan kami. Selain itu, IRMA memiliki cakupan yang komprehensif, yang mencakup dimensi lingkungan, sosial, dan hak asasi manusia, yang sangat penting bagi kontribusi Eramet terhadap masyarakat,” kata Virginie dalam keterangan tertulis usai berkunjung ke Jakarta beberapa waktu lalu, Rabu (3/4/2024).

Informasi saja, IRMA erupakan koalisi multi-stakeholder dengan lebih dari 50 anggota, termasuk perusahaan pertambangan, perusahaan pembeli produk tambang, organisasi buruh, LSM, komunitas sekitar operasi, dan perusahaan di bidang investasi dan keuangan.

Virginie optimistis bahwa penerapan standar IRMA bakal menghasilkan keuntungan finansial bagi penambang yang teguh memegang prinsip. Sebab, seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap etika produksi barang, kepatuhan terhadap standar IRMA akan memberikan keunggulan kompetitif.

Dengan Indonesia menjadi fokus bisnis Eranet, lanjut dia, penerapan praktik pertambangan yang bertanggung jawab pun pada gilirannya dapat mendorong status Ri sebagai pemimpin industri di skala global.

“Indonesia berpeluang mendapatkan pengakuan dan pangsa pasar yang lebih besar, sehingga memperkuat posisinya di pasar global,” katanya.

Di luar itu, Eranet Indonesia menyatakan telah meluncurkan roadmap ESG yang disebut “Act for Positive Mining” yang berfungsi sebagai prinsip panduan untuk bisnis perusahaan. Peta jalan itu memberikan penekanan pada lingkungan hidup, pengembangan sosial dan keselamatan serta dekarbonisasi dan mendorong ekonomi sirkular.

“Kami berkomitmen untuk mencapai 100 persen label D&I untuk seluruh anak perusahaan Eramet, net positive impact untuk upaya keanekaragaman hayati, dan mengurangi 40 persen emisi karbon pada 035,” kata Virgnie.