PGI Bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Bicara Soal Kerusakan Alam

ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/nz
Petugas berjalan di antara pohon mangrove di Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Jakarta, Sabtu (7/12/2024). Menanam mangrove adalah tindakan nyata untuk melestarikan lingkungan sekaligus membantu mengurangi dampak perubahan iklim karena memiliki manfaat di antaranya sebagai pelindung alami pesisir, penyerap karbon yang efektif, penyangga keanekaragaman hayati, serta penyaring alami dan penjaga kualitas air.
10/12/2024, 20.42 WIB

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bersama Badan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyelenggarakan seminar dengan tema “Mangrove, Kerentanan dan Masa Depan Lingkungan Hidup di Indonesia” di ruang pertemuan Graha Oikumene PGI Jalan Salemba Raya 10, Jakarta, Selasa (3/12) lalu.

Dalam seminar tersebut Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom mengatakan banyak faktor yang menyebabkan kerusakan alam seperti mangrove. Dia mengatakan pembangunan di Indonesia sangat minim memperhatikan kelangsungan ekosistem dan kelestarian alam.

“Harus diakui pembangunan kita tidak pro lingkungan dan pertumbuhan ekonomi telah mendorong kerusakan dan juga tata ruang yang carut marut," kata Pendeta Gomar Gultom, dalam keterangan resmi, Selasa (10/12).

Menurutnya, dalam perspektif Kristen akar semuanya adalah dosa manusia yang memperlakukan bumi sebagai objek. Pendeta Gomar menambahkan, manusia diciptakan sesungguhnya sebagai pemelihara alam, dan manusia terikat atau bagian dari alam, sehingga seharusnya manusia juga bersaudara tidak hanya dengan manusia tapi juga alam semesta.

“Maka panggilan Gereja Sahabat Alam adalah salah satu bentuk ibadah yang sejati,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRGM, Suwigya Utama mengungkapkan manfaat mangrove yang sangat sebagai besar sebagai penyaring air secara alami, sumber mata pencaharian masyarakat, pelindung pantai, pengatur iklim, memiliki nilai ekonomi, serta ekowisata.

Sayangnya, mangrove atau bakau mengalami kerusakan luar biasa. Namun menurutnya, kerusakan lingkungan hidup secara masif, dan menimbulkan masalah krisis iklim yang serius.

“Di Kaltim dan Kaltara mangrove dijadikan lahan penanaman sawit. Di Indragiri hilir, Provinsi Riau akibat mangrove dirusak menyebabkan banyak pohon kelapa mati. Begitu pula di Demak dan Bengkalis kehilangan daratan akibat abrasi akibat kerusakan mangrove Juga Padang, dan Bali,” ujarnya.

Dengan kondisi ini, lanjutnya, membuat terjadinya abrasi yang merata, rusaknya keanekaragaman hayati di tepi laut Indonesia, serta rentannya kehidupan manusia, serta makhluk hidup lainnya terhadap dampak air laut yang menyapu daratan.

“Oleh karenanya, upaya yang masif untuk menanam, merawat dan mengembangkan hutan mangrove di tanah air ini sangat dibutuhkan, termasuk partisipasi gereja-gereja melalui PGI," imbuh Suwigya Utama.