Cegah Warga Kecanduan Bansos, Program Miskin Ekstrem Pasti Kerja Digelar

Kemenko PM
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Nunung Nuryartono, mewakili Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar, di acara Kick Off Piloting program Miskin Ekstrem Pasti Kerja di Dapur SPPG Desa Badang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (29/12/2025).
29/12/2025, 18.05 WIB

 Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) program Miskin Ekstrem Pasti Kerja demi mendorong warga miskin dan miskin ekstrem mendapatkan akses kerja yang layak serta tak kecanduan bantuan sosial (bansos).

Hal itu terungkap dalam Kick Off Piloting program Miskin Ekstrem Pasti Kerja di Dapur SPPG Desa Badang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (29/12/2025).

Mewakili Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Nunung Nuryartono menyebut bantuan sosial bukanlah satu-satunya solusi pengentasan kemiskinan ekstrem.

“Masyarakat harus mulai kita berikan berbagai pemahaman dan pengetahuan, tidak boleh dibiarkan kecanduan bantuan sosial. Kehadiran bapak ibu adalah wujud kemampuan dan tekad untuk tidak kecanduan bantuan sosial,” kata Nunung.

Berdasarkan data dari APBN Kita Kemenkeu November 2025, realisasi bansos terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Per Oktober 2022, angka realisasi bansos mencapai Rp123,86 triliun; Oktober 2023 angkanya naik jadi Rp116,81 triliun; Oktober 2024 Rp122,03 triliun; dan makin meningkat per Oktober 2025 dengan Rp147,2 triliun.

Melalui program Miskin Ekstrem Pasti Kerja, Kemenko PM menargetkan sedikitnya 10.000 warga miskin ekstrem dapat terserap ke dalam lapangan kerja produktif.

Secara nasional, program SPPG diproyeksikan mampu menyerap hingga 1,5 juta tenaga kerja pada 2025–2026. Dengan lebih dari 25 ribu SPPG yang tersebar di seluruh Indonesia, program ini diharapkan menjadi instrumen strategis dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem.

Kemenko PM pun merencanakan akan mereplikasi program ini di berbagai daerah, dengan memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga, serta mitra swasta dan masyarakat.

Ekosistem SPPG di Jombang

Khusus untuk program piloting di Jombang, 300 peserta telah mengikuti pelatihan. Mereka akan disebar di tujuh SPPG Kabupaten Jombang.

Yakni, SPPG Banjaragung, SPPG Diwek Diwek, SPPG Diwek Puton, SPPG Ngoro Badang, SPPG Ngoro Badang 2, SPPG Jombang Tambakrejo 5 dan SPPG Jombang Kepanjen. Mereka akan bekerja sebagai petugas SPPG pada bagian pemorsian Makan Bergizi Gratis (MBG), pembersihan ompreng dan sebagainya mulai 5 Januari 2026.

Jombang dipilih sebagai lokasi piloting karena dinilai memiliki kesiapan ekosistem pemberdayaan yang kuat dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan yang berjalan efektif.

Sebagai pekerja SPPG, para peserta diharapkan akan menerima penghasilan sekitar Rp2 juta per bulan, jauh di atas garis kemiskinan ekstrem nasional yang berada di kisaran Rp580 ribu per kapita per bulan. Dengan penghasilan tetap, stabilitas ekonomi keluarga diharapkan terjaga dan produktivitas masyarakat meningkat secara berkelanjutan.

Saat ini, tingkat kemiskinan ekstrem di Kabupaten Jombang tercatat sekitar 0,4 persen atau setara 5.100 orang. Kemenko PM optimistis angka tersebut dapat ditekan melalui perluasan SPPG yang telah membentuk ekosistem ekonomi lokal, mulai dari petani, pedagang, pelaku UMKM, hingga tenaga kerja dapur SPPG.

“Kita ingin membuktikan bahwa harapan untuk sejahtera itu masih ada. Kita juga ingin membuktikan bahwa kemiskinan ekstrem itu dapat dihentikan,” tutup Nunung.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.