Peningkatan kualitas bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu strategi penting dalam mengurangi polusi udara, yaitu dengan mengimplementasikan standar Euro 4 secara bertahap. Salah satu cara utama untuk mencapainya antara lain dengan mengurangi kadar sulfur dalam BBM.

Berdasarkan data Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) pada 2019, sektor transportasi menyumbang 47 persen dari total polusi udara, yang berdampak besar terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Adapun menurut data State of Global Air pada 2021, polusi udara merupakan faktor penyebab kematian 8,1 juta jiwa di seluruh dunia. Sementara itu, berdasarkan data yang diolah Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI), klaim BPJS terkait 12 penyakit yang berhubungan dengan polusi udara mencapai Rp1,19 triliun pada 2023 di Jakarta. 

Penerapan standar Euro 4 yang mengharuskan kadar sulfur dalam BBM tidak lebih dari 50 parts per million (ppm), diharapkan dapat mengurangi polusi udara secara signifikan. Dengan BBM yang lebih bersih, kendaraan menjadi lebih ramah lingkungan, kualitas udara membaik, dan risiko perubahan iklim berkurang.

Selain itu, penerapan Euro 4 juga dapat mengurangi masalah kesehatan masyarakat, serta menurunkan biaya pengobatan penyakit akibat polusi.

Manfaat penerapan Euro 4 pada 2030 diproyeksikan dapat mengurangi pencemaran udara secara drastis dibandingkan kondisi baseline pada 2023. Sebagai contoh, polusi dari partikel debu (PM2.5 dan PM10) bisa berkurang hingga 96 persen, sulfur oksida (SOx) berkurang 98%, nitrogen oksida (NOx) berkurang 82 persen, hidrokarbon (HC) berkurang 79 persen, dan karbon monoksida (CO) berkurang 88 persen.

Dengan penurunan ini, Jakarta dapat melihat penurunan kasus pneumonia hingga 32 persen, yang pada gilirannya mengurangi biaya pengobatan sebesar Rp400 miliar.

Peningakat kualitas BBM diharapkan dapat menciptakan udara yang lebih sehat bagi masyarakat dan mengurangi beban ekonomi terkait penyakit yang disebabkan oleh polusi udara.