Meski sempat membaik selama tiga tahun terakhir, defisit transaksi berjalan terhadap produk domestik bruto (PDB) kembali melebar jelang penghujung 2018. Pada kuartal III, besaran defisitnya tercatat 3,37 persen. Angka ini semakin jauh dari batas defisit yang aman yaitu di bawah 3 persen.
Pelebaran defisit menunjukkan kebutuhan valuta asing (valas) untuk impor barang dan jasa tidak bisa diimbangi oleh pasokan valas dari ekspor. Kondisi ini membuat Indonesia makin bergantung pada investasi asing. Termasuk portofolio yang sifatnya jangka pendek. Ini membuat kurs rupiah rentan gejolak.
Ekonom dari Bank DBS memiliki penilaian serupa. Defisit transaksi berjalan bisa membuat negara semakin rentan terhadap gejolak global. Sementara menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adinegara, kondisi tersebut dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan investor.
(Lihat : Pemerintah: Defisit Transaksi Berjalan Melebar Seiring Ekonomi Tumbuh)