Rencana Presiden Joko Widodo memanfaatkan dana haji untuk pembangunan infrastruktur menuai kontroversi. Meski kebijakan investasi dana haji sudah dilakukan sejak 2009, namun mayoritas dana haji Indonesia masih disimpan dalam instrumen keuangan. Ini jauh berbeda dengan Malaysia yang memanfaatkan dan mengembangkan dana haji untuk beragam investasi.
(Baca: Dana Haji untuk Infrastruktur, Indonesia Akan Belajar dari Malaysia)
Mayoritas dana haji tersalur ke dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) melalui Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Mulai tahun ini, dana yang terhimpun bakal dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang baru saja terbentuk.
Dari sisi aturan, menggulirkan dana haji sebagai investasi memang tidak dilarang. Asal pengelolaannya dilakukan oleh lembaga keuangan syariah. Dasar hukumnya adalah Pasal 46 Undang-undang nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Intinya duit haji wajib dikelola di bank Umum Syariah atau unit usaha syariah.
(Baca: Darmin: Keuntungannya Besar kalau Dana Haji untuk Infrastruktur)
Negara tetangga Malaysia sebetulnya sudah lumayan lama menggolangkan dana haji ke berbagai produk investasi. Pengelolaan dana haji di negeri jiran dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM).
LTHM menyalurkan dana yang dihimpunnya dari jemaah haji untuk membiayai investasi properti, usaha perkebunan, konsesi, dan pembangunan infrastruktur. Investasi luar negeri lembaga ini mencapai Rp 17,7 triliun atau 8,9 persen dari total aset yang dimiliki. Berdasarkan laporan tahunan LTHM 2015, aset bersih lembaga ini mencapai RM 59,5 miliar atau sekitar Rp 180 triliun.
(Baca: Pemerintah Bentuk Badan Kelolaan Dana Haji, Anggito Calon Anggota)
Adapun keuntungan investasi yang diraup mencapai Rp 8 triliun setiap tahun. Keuntungan tersebut digunakan untuk mensubsidi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tiap jamaah senilai Rp 30 juta.