Penurunan harga minyak mentah dunia sebesar 64 persen yang terjadi pada 2014 berdampak bagi penerimaan migas. Pada 2015, pendapatan bersih pemerintah dari sektor migas merosot hingga 55 persen menjadi hanya sebesar Rp 173 triliun dibandingkan 2014. Untuk pertama kalinya, pendapatan yang diterima pemerintah lebih kecil dibandingkan nilai cost recovery yang diklaim oleh kontraktor migas.
Pada 2015, nilai cost recovery mencapai Rp 186 triliun atau lebih besar Rp 9 triliun dibandingkan pendapatan bersih pemerintah. Sementara, jatah yang diterima oleh kontraktor juga mengalami penurunan signifikan. Bahkan bagi hasil yang diterima oleh kontraktor menurun paling besar, hingga 64 persen menjadi Rp 45 triliun pada 2015.
Secara keseluruhan pendapatan kotor migas yang mencakup pendapatan bersih pemerintah, pendapatan kontraktor hingga cost recovery mengalami penurunan 44 persen pada 2015. Sejumlah faktor menyebabkan penurunan penerimaan migas tersebut. Selain karena anjloknya harga minyak dunia yang menyentuh level terendah dalam 13 tahun terakhir juga disebabkan oleh mundurnya beberapa proyek migas strategis seperti Banyu Urip, Lapangan Ridho, Bukit Tua, dan Kepodang.
Penghentian operasi sementara (unplanned shutdown) yang terjadi pada beberapa blok migas karena gangguan fasilitas produksi dan masalah eksternal turut memberi dampak pula pada penurunan penerimaan migas.
Rendahnya penerimaan migas juga dipengaruhi oleh tren produksi migas Indonesia yang terus merosot hingga rata-rata 28 persen setahun. Penurunan ini merupakan yang terdalam dibanding lima tahun terakhir sebesar 5-10 persen.