KATADATA - 2016 diperkirakan masih menjadi tahun suram bagi pelaku industri migas. Sejumlah lembaga internasional memproyeksikan harga emas hitam akan terus merosot. Dana moneter Internasional (IMF), memprediksi harga minyak tahun ini bakal menyentuh US$ 20 per barel. Sedangkan Bank Dunia dan The Economist Intelligence Unit (EIU) mematok harga masing-masing US$ 49,5 dan US$ 48.
Harga minyak jatuh sejak pertengahan 2014, ketika OPEC memutuskan tidak menurunkan kuota produksi harian diatas 30 juta barel per hari. Dari US$ 112, harga minyak terjun bebas dan tertahan di kisaran US$ 50 per barel sepanjang 2015. Padahal, dengan mengurangi produksi, OPEC diharapkan bisa menahan laju penurunan harga akibat booming produksi shale gas dan minyak nonkonvensional lainnya.
Di tengah menurunnya permintaan dunia sejak 2014, pasokan justru meningkat. Penghapusan aturan larangan ekspor minyak oleh Amerika Serikat dan kembalinya suplai Iran pasca pencabutan sanksi ekonomi akibat kegiatan nuklirnya, membuat stok minyak mentah membanjiri pasar. Harga minyak per Januari ini sempat menyentuh US$ 37 bahkan tercatat terendah sejak sebelas tahun silam.
Sejumlah negara penghasil minyak pun memilih sikap realistis dalam menyusun anggaran. Arab Saudi dan Nigeria, misalnya, mematok harga minyak masing-masing US$ 29 dan US$ 38 per barel. Patokan tersebut jauh dibawah harga yang tercantum dalam APBN Indonesia sebesar US$ 50 per barel.
Catatan: Ekonografik ini merupakan hasil revisi dari sebelumnya. Ralat dilakukan terhadap angka ansumsi harga minyak dalam APBN 2016.