KATADATA ? Merosotnya harga minyak dunia hingga menyentuh level US$ 38 dolar per barel pekan ini menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mulai membangun konsep cadangan penyangga energi nasional. ?Harus dimanfaatkan dengan mengimpor minyak mentah sebanyak yang kita mampu dan menyimpannya sebagai cadangan,? kata Ketua Komite Dewan Energi Nasional Andang Bachtiar.
Andang mengatakan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki cadangan penyangga. Cadangan tersebut diperlukan sebagai antisipasi ketika berada dalam kondisi darurat. Misalnya terjadi bencana yang merusak jaringan listrik, pemerintah bisa mendistribusikan cadangan penyangga minyak untuk mengoperasikan genset tanpa harus menunggu impor.
Tanpa cadangan penyangga, ketahanan energi Indonesia bisa terancam. Sejumlah negara telah memiliki cadangan, misalnya Singapura dan Thailand. Padahal konsumsi minyak per hari kedua negara ini lebih hanya sekitar 1,27 juta barel, lebih rendah dari Indonesia yang mencapai 1,64 juta barel. Namun, dua negara tersebut telah memiliki cadangan minyak masing-masing 60 dan 81 hari.
Menurut Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja, untuk meningkatkan ketahanan energi nasional pemerintah berencana untuk membangun fasilitas cadangan operasional untuk stok 30 hari. Fasilitas harus bisa menampung 45 juta barel dengan asumsi konsumsi per hari 1,5 juta barrel. Pembangunan akan memakan investasi sebesar US$ 17,25 miliar dan ditargetkan akan selesai lima tahun ke depan.
Di tahun-tahun sebelumnya, pemerintah kesulitan membangun infrastruktur energi, termasuk tangki penyimpanan cadangan penyangga. Sebab, harga minyak mencapai rata-rata US$ 110 per barel sehingga anggaran pemerintah terkuras untuk subsidi BBM.