KATADATA ? Presiden Joko Widodo mendesak Lapindo Brantas segera melunasi sisa ganti rugi sebesar Rp 781 miliar kepada korban luapan lumpur. Pembayaran yang dilakukan lewat anak perusahaan Lapindo Brantas yaitu Minarak Lapindo Jaya tidak kunjung usai meski luapan lumpur sudah berlangsung delapan tahun. Lapindo beralasan kehabisan dana untuk membayar ganti rugi.
Sebelumnya, pada Maret lalu, Mahkamah Konsitusi menegaskan pemerintah harus memaksa Lapindo untuk membayar ganti rugi. Total yang belum terbayar sekitar Rp 1,3 triliun dengan rincian Rp 781 miliar ganti rugi terhadap korban lumpur dan Rp 500 miliar ganti rugi terhadap gabungan pengusaha. Sikap MK tertuang dalam putusan uji materi UU 15/20013 tentang APBN.
Lupan Lumpur Lapindo tak hanya menyusahkan para korban, tapi juga membebani anggaran negara. Sejak 2006, pemerintah telah menggelontorkan total sekitar Rp 7.6 triliun dalam APBN melalui Badan Penanggulangan Semburan Lumpur untuk korban. Dana tersebut digunakan, antara lain, sebagai kompensasi atas kehilangan harta benda dan kehilangan pendapatan.
Luapan lumpur, menurut laporan audit BPK, terjadi akibat kesalahan teknis pengeboran sumur Banjar Panji-I di Blok Brantas. Blok Brantas dimiliki oleh tiga perusahaan dengan kepemilikan saham masing-masing Lapindo Brantas (50%), Medco EP Brantas (32%), Santos Brantas (18%). Lapindo bertindak sebagai operator. Medco dan Santos sebagai partisipasi partner.