Sejumlah pihak menggalang pengumpulan dana untuk membeli kapal selam, setelah tragedi tenggelamnya KRI Nanggala-402 pada Sabtu (24 April 2021) lalu. Penggalangan dana merupakan respons masyarakat terhadap alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia yang telah dimakan usia. (Infografik: Raibnya kapal Selam Nanggala)

Tenggelamnya KRI Nanggala-402 menyisakan empat kapal selam di Indonesia. Menurut pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LPSSI) Beni Sukadis, idealnya terdapat 10-12 kapal selam di tanah air. Hal ini disesuaikan dengan luas dan tantangan geopolitik saat ini, seperti dikutip dari Kompas.com.

Harga alutsista penjaga keamanan laut pun beragam, sesuai dengan kelas dan spesifikasinya masing-masing. Amerika Serikat (AS) memproduksi beberapa jenis kapal selam, salah satunya SSN Seawolf. Kapal selam bertenaga nuklir tersebut dibanderol US$ 3,3 miliar atau Rp 47,9 triliun.

Rusia juga memproduksi kapal selam dari kelas Yasen/Graney berukuran jumbo yang panjangnya mencapai 130-139,2 meter. Dengan tenaga nuklir, kapal tersebut dapat bergerak hingga di kedalaman 600 meter. Harganya sebesar US$ 1,6 miliar atau Rp 23,2 triliun. (Baca: Mengenang 30 Menit di Dalam Lambung Kapal Selam Nanggala)

Sementara itu, kapal selam Indonesia yang bernama Alugoro merupakan produk Korea Selatan dari kelas Nagapasa. Versi terbaru kelas Chang Bogo itu bertenaga diesel-listrik dengan kecepatan 21 knot. Kemampuan menyelamnya mencapai 500 meter dengan kapasitas 40 kru. Harganya sebesar US$ 340 juta atau Rp 4,9 triliun dengan kurs Rp 14.500/US$.