Vaksin telah menjadi faktor penting dalam penanganan Covid-19. Terdapat sejumlah vaksin yang dikembangkan dan sudah diproduksi secara massal. Dalam pembuatan vaksin tersebut perempuan turut serta, bahkan ada yang menjadi inisiator dan pemimpin penelitian vaksin tersebut.
Sarah Gilbert adalah salah satunya. Ilmuwan asal Inggris ini merupakan pemimpin penelitian vaksin Oxford/AstraZeneca. (Baca: Beda Nasib Lonjakan Kasus Covid-19 di Inggris dengan Indonesia)
Vaksin Covid-19 AstraZeneca merupakan salah satu yang muncul paling awal, sebab pembuatannya melanjutkan pengembangan vaksin flu universal yang dikerjakan Gilbert sejak 2011. Dia pun melepas hak paten vaksin Covid-19 buatannya agar harganya lebih murah.
Kemudian Katalin Kariko, ilmuwan asal Hungaria, yang mengembangkan teknologi mRNA. Teknologi ini digunakan pada vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna, yang efikasinya tercatat lebih dari 90%. (Baca: Mengapa Keparahan Gelombang Baru Covid-19 Tak Merata di Dunia?)
Selain vaksin corona, mRNA berpotensi efektif bekerja pada obat dan vaksin lain. Kariko juga pemegang hak paten teknologi ini bersama Drew Weissman sejak 2013.
Pengembangan vaksin Covid-19 Johnson & Johnson yang hanya membutuhkan satu dosis pun dikepalai seorang perempuan, yakni Hanneke Schuitemaker. Vaksin ini menggunakan teknik pengembangan serupa vaksin ebola dan HIV, yang sebelumnya dikerjakan J&J. Schuitemaker turut mengembangkan vaksin HIV sejak 1989 dan diperkirakan bisa digunakan pada tahun ini.