Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam rapat Paripurna pada 7 Oktober 2021 lalu. Ada sejumlah perubahan aturan mengenai perpajakan yang diatur dalam undang-undang ini.
Pertama, UU HPP menambah fungsi Nomor Induk Penduduk (NIK) untuk menguatkan sistem administrasi perpajakan di dalam negeri. Lalu, aturan ini mengubah ketentuan dalam pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Perubahan itu misalnya, menambah satu bracket baru untuk tarif PPh sebesar 35% bagi masyarakat golongan kaya dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun. Selain itu, penambahan tarif PPN menjadi 11% yang mulai berlaku 2022 mendatang.
Selain itu, UU HPP juga mengatur soal program pengungkapan suka rela wajib pajak dan pajak karbon. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, UU HPP membantu pemerintah mendongkrak penerimaan perpajakan tahun depan.
"Kami melihat bahwa akan ada minimal Rp 139,3 triliun penambahan pendapatan pada 2022. Selain itu, menaikkan rasio pajak menjadi 9,22% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)," kata Sri Mulyani saat konferensi pers virtual, Kamis (7/10).
Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan Rp 1.510 triliun dalam Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Sri Mulyani mengatakan, UU HPP dapat mendorong penerimaan menjadi Rp 1.649,3 triliun.