Revisi RTRW Perkuat Wilayah Adat Tanah Papua

Penulis: Alfons Yoshio - Tim Publikasi Katadata
20/12/2021, 21.41 WIB

Koalisi Peduli Ruang Hidup Papua Barat (KPRHPB) mendorong Rencana Tata Ruang Wilayah (PK-RTRW) agar masyarakat adat Tanah Papua dapat mengelola wilayahnya. Upaya ini berjalan selama tiga tahun, dilakukan dengan kolaborasi berbagai pihak. Strategi dimulai dari Pemerintah Provinsi Papua Barat yang melaksanakan Peninjauan Kembali RTRW (PK-RTRW) 2013-2033 secara inklusif pada 2017.

Selanjutnya pada 2018, KPRHPB mengadvokasi agar wilayah adat diakomodir dalam rancangan tata ruang dan Deklarasi Manokwari. Proses ini juga membuka ruang keterlibatan berbagai pihak. Upaya membuahkan hasil melalui terbitnya Surat Keputusan Gubernur Papua Barat Nomor 050/259/12/2018 tentang rekomendasi hasil pelaksanaan peninjauan kembali RTRW Provinsi Papua Barat.

Dalam prosesnya terbentuk tim kerja yang melibatkan organisasi masyarakat sipil pada 2019. Tim ini terdiri atas lima lembaga, yakni PERDU, Mnukwar, Panah Papua, JANGKAR, dan LP3BH. Keterlibatan mereka sebagai Tim Kerja Penyusun Revisi RTRW tercantum dalam SK Gubernur Papua Barat No.50/88/4/2019.

Revisi RTRW Papua Barat menghasilkan berbagai capaian, di antaranya mengakomodasi tujuh wilayah adat di Papua Barat bagi 34 suku dan subsuku di dalam dokumen materi teknis dan Raperda RTRWP Papua Barat. Tujuh wilayah adat tersebut ditempatkan dalam dokumen Raperda RTRW sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) untuk kepentingan sosial budaya seluas 6.165.915,27 hektare yang tersebar di 13 kabupaten/kota.

Kolaborasi yang terbentuk atas usulan KRHPB juga berhasil mendorong beberapa rekomendasi. Yakni kebutuhan untuk percepatan penetapan wilayah adat, penyusun regulasi untuk pendaftaran peta-peta wilayah adat, pengembangan model pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan nonhayati oleh masyarakat adat sesuai dengan kearifan lokal, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mendorong rencana tata ruang budaya.

Ke depannya, KRHPB akan berfokus untuk mengawal substansi di pemerintah pusat (dalam hal ini Kementerian ATR/BPN). Selain itu, proses politik di DPR Papua Barat untuk pengesahan peraturan daerah juga masih perlu dilakukan.