Pemerintah tengah dipusingkan dengan tingginya anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan gas. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM), realisasi subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 83,7 triliun pada 2021, lebih tinggi dibandingkan alokasinya Rp 56,9 triliun.
Lonjakan realisasi subsidi tersebut berpotensi terulang pada tahun ini. Hingga April 2022, realisasi subsidi sudah mencapai Rp 34,8 triliun. Hanya dalam empat bulan anggaran subsidi sudah terpakai 48,5% dari alokasi sebesar Rp 71,8 triliun.
Maka dari itu, pemerintah berencana untuk mengatur penyaluran subsidi BBM dan LPG menggunakan aplikasi MyPertamina. Lewat aplikasi ini, calon konsumen bakal diseleksi apakah merupakan warga yang berhak menerima BBM bersubsidi atau tidak.
“Akan ada identifikasi bagi konsumen. Mereka harus memindai QR Code di gawai layaknya menggunakan Aplikasi PeduliLindungi jika mau membeli BBM bersubsidi,” ujar Kepala BPH Migas Erika Retnowati dikutip dari Katadata.co.id, Kamis 23 Juni 2022.
Adapun penerapan skema digitalisasi itu ditargetkan bisa terealisasi pada bulan Agustus. Hal ini sembari menunggu pengesahan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Upaya ini dilakukan agar penyaluran BBM bersubsidi dapat menjadi tepat sasaran. “Kami juga menyiapkan aturan turunannya, soal petunjuk teknis pembelian Pertalite dan Solar tersebut,” ujar Erika.
Salah satu data yang diidentifikasi yakni nomor pelat kendaraan. Selain menyaring calon pembeli BBM bersubsidi, digitalisasi penyaluran juga mengatur kuota BBM per hari bagi masyarakat yang berhak menerima. Sistem secara otomatis bakal mengunci alokasi BBM subsidi bila penerima tak berhak.
“Saat sudah ada kriteria yang jelas nanti akan diatur digitalisasinya, kalau yang tidak berhak ini (BBM) tidak bisa keluar BBM dari nozzle (corong),” ujar Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati beberapa waktu lalu.