Umat Islam pada 10 Dzulhijah 1443 H akan merayakan Hari Raya Idul Adha sekaligus melaksanakan ibadah memotong hewan kurban sapi, kerbau, domba atau kambing.
Permalasahannya, pelaksanaan pemotongan hewan kurban tersebut terjadi saat sebagian besar wilayah di Indonesia sedang dilanda Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).Hingga 20 Juni 2022, wabah PMK sudah menyebar ke 208 kota dan kabupaten di 19 Provinsi di Tanah Air.
PMK merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Aphtaee epizootecae. Virus ini mudah menular kepada ternak, khususnya hewan berkuku belah seperti sapi, kerbau, domba/kambing dan juga babi.
Untungnya, PMK ini tidak membahayakan kesehatan manusia sehingga mengkonsumsi daging ternak pada saat wabah PMK tetap aman. Syaratnya penanganan dan pemrosesan daging ternak tersebut dilakukan dengan benar, misalnya disimpan dalam freezer dan dimasak terlebih dulu minimal 30 menit pada suhu minimal 70 derajat celcius.
Kendati tidak membahayakan manusia, ternak yang tertular virus PMK bisa mati jika tidak dicegah dan ditangani secara serius.
Karena itu, pada saat Idul Adha nanti masyarakat yang akan memotong sendiri hewan kurban, seperti di mesjid-mesjid, perkampungan atau perumahan harus melaksanakannya dengan prosedur biosekuriti ketat. Tujuannya agar virus penyebab PMK tidak semakin menyebar pasca pemotongan hewan kurban.
Masyarakat yang memotong sendiri hewan kurban harus memastikan bahwa sapi, domba atau kambing yang akan dipotong benar-benar sehat dan tidak cacat yang dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) atau sertifikat veteriner di dinas peternakan setempat.
Lalu, 12 jam sebelum pemotongan, dokter hewan harus memeriksa dan memastikan bahwa hewan kurban tersebut sehat dan tidak mengindikasikan adanya penyakit, khususnya PMK. Dokter hewan juga harus memeriksa daging dan jeroan hewan kurban pasca pemotongan.
Panitia kurban juga wajib menyediakan sejumlah fasilitas, seperti alat pelindung diri (APD) untuk para petugas pemotongan hewan dan dagingnya, tempat perebusan untuk jeroan, ekor, kepala dan kaki. Lalu juga harus menyediakan air bersih, disinfektan dan tempat penanganan limbah.
Selain fasilitas-fasilitas tersebut, masyarakat, panitia atau petugas kurban wajib melakukan biosekuriti yang ketat. Misalnya, petugas kurban dilarang membuang limbah kurban ke sungai atau selokan. Limbah sisa kurban harus dibuang ke septic tank atau ditimbun di tanah.
Petugas kurban juga harus menerapkan higiene personal, menggunakan APD, membersihkan diri sebelum keluar dari area penyembelihan, terutama pemilik ternak atau orang yang bekerja di peternakan. Setelah penyembelihan pun, alat-alat harus dibersihkan dan didisinfeksi.
Hal penting lain, panitia kurban sebaiknya tidak membagikan jeroan, kepala, kaki dan buntut dalam keadaan mentah kepada masyarakat. Bagian-bagian tersebut harus direbus dahulu minimal 30 menit pada suhu minimal 70 derajat celcius sebelum dibagikan ke masyarakat.
Selama Idul Adha, masyarakat memang masih bisa memotong kurban sendiri. Namun, ada baiknya masyarakat juga memikirkan alternatif cara berkurban lainnya.
Misalnya berkurban secara online, yakni menitipkan uangnya ke lembaga-lembaga tertentu untuk dibelikan hewan kurban, dipotong dan didistribusikan.
Atau juga pekurban bisa meminta bantuan jasa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di kota dan kabupaten setempat untuk meminimalisir penyebaran virus PMK. Cara-cara alternatif tersebut tetap bisa memenuhi syariat agama Islam.