Laporan Bank Dunia menyebutkan, pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG selama ini sering meleset dari sasaran. Alih-alih untuk masyarakat yang membutuhkan, sebagian besar dinikmati oleh masyarakat menengah atas. 

“Kedua kelompok ini mengonsumsi antara 42% dan 73% solar bersubsidi, serta 29% LPG bersubsidi,” seperti dikutip dari laporan bertajuk “Indonesia Economic Prospects (IEP)” edisi  Juni 2022.

Bank Dunia menyebut bahwa jika kedua subsidi solar dan LPG dihilangkan, maka dapat menghemat anggaran subsidi energi hingga 1% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2022. 

Tingginya konsumsi BBM bersubsidi menyebabkan alokasi anggaran subsidi membengkak. Terutama seiring  melonjaknya harga minyak dunia.

Pada mulanya, pemerintah hanya menganggarkan Rp77,5 triliun untuk anggaran subsidi BBM & LPG. Namun, anggaran tersebut melonjak menjadi Rp149,4 triliun pada Mei 2022 lalu. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kemungkinan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 triliun tahun ini tidak akan cukup. Pasalnya, kuota volume BBM yang disubsidi menipis sehingga memerlukan adanya penambahan kuota.

Per Juli 2022, kuota solar bersubsidi telah terpakai sebanyak 66,4% dari total kuota 14,9 juta kiloliter. Kemudian, sebanyak 73% kuota Pertalite bersubsidi telah terpakai dari total kuota 16,8 juta kiloliter.

Sementara, sebanyak 47,5% kuota LPG bersubsidi telah terpakai hingga Juni 2022. Tercatat, total kuota subsidi LPG tahun ini adalah sebanyak 8 juta metrik ton.