Biodiesel dari jelantah atau used cooking oil (UCO) terbukti menghasilkan emisi lebih rendah dibanding biodiesel berbahan dasar minyak sawit murni atau crude palm oil (CPO). Temuan ini berdasarkan penelitian Traction Energy Asia (2022) terhadap timbulan emisi produksi biodiesel UCO dan CPO.

Dalam studi Traction Energy Asia, timbulan emisi dilihat berdasarkan pencampuran bahan baku UCO dengan CPO untuk produksi biodiesel. Komposisi pencampurannya antara lain 10 persen UCO dengan 90 persen CPO yang menghasilkan emisi 69 juta tCO2e, 20 persen UCO dengan 80 persen CPO menghasilkan emisi 66 juta tCO2e.

Kemudian, 30 persen UCO dengan 70 persen CPO menghasilkan 64 juta tCO2e, 50 persen UCO dan 50 persen CPO menghasilkan 60 juta tCO2e emisi. Hingga biodiesel 100 persen berbahan dasar UCO hanya menghasilkan 49 juta tCO2e emisi.

Semakin besar pencampuran UCO untuk bahan baku biodiesel, semakin sedikit timbulan emisi yang dihasilkan. Dampaknya, penambahan biodiesel UCO ke dalam produksi biodiesel nasional sebesar 10 hingga 30 persen dapat menurunkan emisi hingga 24 persen dari total target penurunan emisi sektor energi tahun 2022.

Faktor utama yang menyebabkan biodiesel UCO lebih rendah emisi dikarenakan biodiesel jenis ini tidak menghasilkan emisi di tahap perkebunan. Biodiesel dengan campuran UCO hanya menghasilkan emisi dari proses transportasi pengangkutan dan proses transesterifikasi. Hal ini berbanding terbalik dengan biodiesel berbahan CPO murni yang menghasilkan emisi lebih besar pada proses perkebunan mencapai 80 hingga 94 persen.

Namun, produksi biodiesel UCO masih menemui sejumlah hambatan. Di antaranya, ekosistem pengumpulan UCO dan rantai pasok yang belum terbentuk. Di samping itu, belum adanya industri pengolah biodiesel berbahan UCO menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Selain itu, aspek standarisasi biodiesel UCO yang masih dalam proses pembentukan juga menjadi perhatian.

Reporter: Arofatin Maulina Ulfa