Meski laju inflasi umum cenderung stabil, laju inflasi bahan makanan mengalami kenaikan sejak Januari 2024. Diperkirakan kenaikan harga bahan makanan seiring memasuki bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri bakal mendongkrak inflasi dari kelompok ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi bahan makanan mencapai 7,01% pada Februari, naik dari 6% pada bulan sebelumnya. Kelompok ini merupakan komponen terbesar pembentuk inflasi dari barang-barang bergejolak yang menyentuh 8,47% pada Februari.
Mengutip Bank Indonesia, inflasi komponen bergejolak (volatile) adalah inflasi yang dominan dipengaruhi oleh guncangan dalam kelompok bahan makanan, seperti panen, gangguan alam, atau perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional.
Dalam rilis BPS, beras menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar pada bulan Februari secara year on year dengan andil 0,67%. Di bawahnya adalah cabai merah dengan 0,17%, daging ayam ras sebesar 0,14%, sigaret kretek mesin sebesar 0,13%, dan tomat dengan andil 0,11%
Jika dilihat secara tahunan, rata-rata inflasi umum sejak 2019 hingga 2023 berada di angka 2,9% dan barang bergejolak berada di angka 4,7%. Besaran inflasi barang bergejolak tersebut berpotensi menggerus pendapatan masyarakat, yang rata-rata kenaikan UMR sejak 2019 hingga 2023 adalah sebesar 5,3%.
Jika mencuat lebih tinggi lagi, inflasi barang bergejolak dan bahan makanan juga bisa menggerus kenaikan gaji ASN meski rata-rata kenaikan gajinya sejak 2019 hingga 2023 berada di angka 6,5%.
Kepala Departemen Regional Bank Indonesia Arief Hartawan mengatakan, kenaikan inflasi yang disebabkan kelompok bahan makanan ini mesti dijaga. Dia berharap, inflasi dari kelompok ini tidak lebih dari 5%.
“Agar tidak menggerogoti penghasilan masyarakat,” kata Arief dalam Rapat Koordinasi yang digelar Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada 4 Maret 2024 lalu.