Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan skrining kesehatan jiwa terhadap 12 ribu mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) akhir Maret 2024 lalu. Hasilnya, 22,4% mahasiswa PPDS atau sekitar 2.716 calon dokter spesialis ini mengalami gejala depresi. Sebanyak 3,3% PPDS bahkan ingin melukai diri sendiri hingga bunuh diri selama beberapa hari terakhir saat skrining.
Berdasarkan tingkat depresinya, sebanyak 16,3% atau 1.977 mahasiswa terdeteksi mengalami gejala depresi ringan, 4% mengalami gejala depresi sedang, 1,5% mengalami depresi sedang sampai berat, dan 0,6% mengalami gejala depresi berat. Sedangkan 41,7% mahasiswa PPDS mengalami gejala depresi minimal dan 35,9% tidak mengalami gejala depresi apapun.
Gejala depresi paling banyak yang dirasakan para dokter residen ini termasuk merasa lelah selama beberapa pekan saat skrining, mengalami gangguan tidur, kurang tertarik melakukan apapun, merasa murung, muram, dan putus asa, hingga mengalami gangguan makan.
Terbanyak mahasiswa PPDS yang mengalami gejala depresi ditemukan di prodi Sp1 Ilmu Kesehatan Anak, Sp1 Ilmu penyakit Dalam, Sp1 Anestesiologi dan Terapi Intensif, Sp1 Neurologi, dan Sp1 Obstetri dan Ginekologi.
Kemenkes melakukan skrining ini di 28 rumah sakit vertikal (RSV) dengan total sampel 12.121 PPDS pada 21, 22, dan 24 Maret 2024. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner Patient Health Questionnaire-9.
Meski metode skrining ini masih dipertanyakan oleh Pengurus PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iqbal Mochtar, Kemenkes menyebut bahwa hasil skrining dapat menjadi temuan awal kesehatan jiwa PPDS untuk pemeriksaan dan intervensi lebih lanjut.
Beban pendidikan dokter spesialis memang dikenal cukup berat. Durasi kerja di rumah sakit kadang mencapai lebih dari 80 jam per pekan tanpa digaji. Sedangkan per semester mereka harus menggelontorkan dana pribadi untuk membayar uang sekolah Rp15 juta sampai Rp30 juta. Artinya, untuk pendidikan 4 sampai 5 tahun, dibutuhkan biaya Rp120 juta sampai Rp300 juta belum termasuk uang pangkal.
Belum berbagai isu senioritas dan perundungan yang terjadi di lingkungan calon dokter spesialis. Menurut data terakhir yang diverifikasi Kemenkes, terdapat sebanyak 216 laporan perundungan di kalangan PPDS. Masalah perundungan inilah yang kemudian menjadi pendorong Kemenkes melakukan skrining kesehatan jiwa PPDS.