Polusi udara di perkotaan, yang disebabkan dari konsentrasi emisi gas buang kendaraan, dapat memperparah kesehatan masyarakat. Penyakit kronis dan pernapasan berisiko meningkat dari kondisi udara yang buruk.
Untuk 100.000 populasi di Jakarta tahun 2021, Institute of Health Metrics and Evaluation mencatat, angka risiko kematian penyakit kronis seperti jantung koroner, stroke, dan diabetes masing-masing mencapai 15.470 orang atau 15,47 persen, 15.190 orang atau 15,19 persen, dan 3.610 orang atau 3,61.
Namun, masing-masing penyakit ini juga tercatat berisiko disebabkan oleh polusi udara sebesar 27,36 persen, 21,53 persen, dan 19,57 persen.
Sementara, penelitian Bappenas dan analisis Research Center for Climate Change Universitas Indonesia menunjukkan, peningkatan konsentrasi pencemar di udara meningkatkan kemungkinan orang terpapar penyakit pernapasan.
Melalui analisis model, ada tiga pencemar diperhitungkan, yakni sulfur dioksida (SO2), particulate matter (PM) 2,5 dan PM10. Tingkat peningkatan untuk masing-masing pencemar adalah 10 mikrogram per meter kubik (µg/m3). Sementara, data diambil dari wilayah Jakarta.
Untuk peningkatan pada SO2, maka kemungkinan kasus pneumonia meningkat sebesar 6,7 persen. Untuk peningkatan PM2,5, kasus meningkat sebesar 5,7 persen. Terakhir, peningkatan PM10 berujung pada bertambahnya 1,4 persen kasus infeksi saluran pernapasan akut.
Dengan risiko-risiko ini, beberapa kebijakan penanggulangan bisa ditempuh. Pertama, pemerintah bisa menerapkan standar emisi bahan bakar yang lebih baik, menjadi standar Euro IV.
Kedua, penerapan disinsentif bahan bakar bersulfur tinggi. Hal ini dipertimbangkan karena bahan bakar yang beredar saat ini masih memiliki kadar sulfur yang tinggi. Terakhir, adanya investasi serta pengembangan transportasi publik supaya memberikan alternatif mobilitas bagi masyarakat perkotaan.