Pendaftaran calon kepala daerah dalam Pilkada 2024 baru ditutup 29 Agustus lalu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima sebanyak 1.467 berkas pendaftaran bakal pasangan calon dari partai politik dan 51 pasangan calon independen dari seluruh daerah Indonesia. Tiga hari periode pencalonan ini banyak disorot masyarakat sebab pekan lalu, protes ‘Garuda Biru’ dan demo besar-besaran untuk mengawal Pilkada 2024 mencuat.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan dua putusan terkait Pilkada pada 20 Agustus. Putusan yang pertama nomor 60/PUU-XXII/2024 menyetujui pengajuan gugatan untuk menurunkan ambang batas jumlah suara bagi parpol atau gabungan parpol yang ingin mengusulkan calon.

MK juga membuat putusan 70/PUU-XXII/2024 yang menolak gugatan bahwa minimal usia calon kepala daerah adalah 30 tahun saat dilantik. Dengan begitu, aturan masih berpegang pada minimal usia 30 tahun adalah saat penetapan calon pada September 2024, bukan saat pelantikan.

Namun pada 21 Agustus, sehari setelah putusan MK, Badan Legislasi DPR buru-buru menggelar rapat untuk membahas rancangan RUU Pilkada yang menganulir putusan MK ini. DPR memilih menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) 29 Mei 2024 bahwa usia minimum calon kepala daerah ada 30 tahun saat dilantik. DPR juga menyebut penurunan ambang batas parpol yang mengajukan calon kepala daerah hanya berlaku pada parpol yang tidak mendapat kursi di parlemen.

Putusan ini sontak berpengaruh pada peta pilkada dan koalisi parpol di sejumlah daerah dalam mengusung calonnya masing-masing, termasuk kembali terbukanya karpet merah pencalonan Kaesang Pangarep. Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini baru genap berusia 30 tahun pada Desember 2024. Begitu pula dengan kembali mencuatnya potensi dominasi calon tunggal yang menghadapi kotak kosong akibat koalisi parpol gemuk.

Setelah anulir DPR, tagar #KawalPutusanMK dan #TolakDinastiPolitik trending di platform media sosial X selama beberapa hari. Begitu pula dengan foto burung garuda biru bertuliskan ‘Peringatan Darurat’ yang berasal dari video akun Youtube Emergency Alert System (EAS) Indonesia Concept. Jutaan cuitan menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap DPR.

Kekecewaan masyarakat juga diluapkan lewat unjuk rasa di setidaknya 16 kota pada 22 Agustus 2024, sehari setelah DPR menganulir putusan MK. Berbagai elemen masyarakat termasuk ribuan mahasiswa dari berbagai kampus berdemo untuk mengawal putusan MK. Bentrok peserta unjuk rasa dan aparat di berbagai daerah kemudian terjadi. 

Di hari yang sama, DPR akhirnya menunda pengetokan rancangan revisi undang-undang (RUU) Pilkada dan menjanjikan bakal tunduk pada putusan MK. Pada 25 Agustus, Komisi II DPR mengesahkan Peraturan KPU 8/2024 yang mengikuti putusan MK.

Reporter: Bintan Insani