Saat ini, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel yang dapat menjadi solusi untuk mencapai swasembada energi nasional. Hal itu juga bisa mendorong tercapainya target nol emisi karbon di Indonesia pada 2060 mendatang.
Biofuel merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari bahan baku terbarukan dengan proses maupun teknologi tertentu. Bahan baku itu terdiri dari bahan organik tumbuhan ataupun hewan, misalnya kelapa sawit, jagung, tebu, dan singkong.
Di Indonesia pemanfaatan biofuel terbagi dalam tiga macam. Antara lain bioavtur untuk pesawat terbang, bioetanol untuk kendaraan bermotor, dan biodiesel untuk kendaraan bermesin diesel.
Sederet potensi itu dapat direalisasikan dengan dorongan kebijakan yang tepat dan efektif. Hal ini disampaikan oleh Indonesia Business Council (IBC) melalui usulan-usulan yang terangkum dalam buku putih bertajuk 15 Rekomendasi Paket Kebijakan untuk Mendukung Agenda Pembangunan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2024-2029.
Salah satu isi rekomendasi tersebut yakni peningkatan produksi kelapa sawit melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Berikutnya, ada pula langkah untuk memperkuat crude palm oil dalam skala global melalui diplomasi aktif.
Setelah itu, implementasi biofuel juga perlu diiringi dengan alokasi subsidi antara bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar nabati (BBN). Selanjutnya peningkatan implementasi biodiesel, bioavtur, dan bioetanol butuh bauran berbagai kebijakan, agar Indonesia dapat mempercepat proses transisi energi bersih.
Langkah lainnya yaitu menerbitkan kebijakan Indonesian Food and Energy Sovereignty (IFES) yang berfungsi menyeimbangkan kebutuhan pangan dan energi nasional. Dengan kebijakan dan infrastruktur yang mumpuni, Indonesia bisa memanfaatkan potensi biofuel untuk mewujudkan kemandirian energi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.