Masalah kepemilikan rumah masih menjadi persoalan serius untuk masyarakat Indonesia. Kendati tren kekurangan rumah atau backlog terus menurun selama empat tahun terakhir, namun angka tersebut masih tergolong tinggi.
Ada dua faktor utama dari permasalahan itu. Antara lain, kesenjangan akses hunian yang signifikan antara masyarakat perkotaan maupun pedesaan dan tingginya harga properti pada kawasan perkotaan, terutama di kota-kota besar.
Berdasarkan sensus penduduk 2020, sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Namun, keterbatasan lahan dan harga properti di kawasan perkotaan yang terus naik membuat generasi muda dan pekerja informal kesulitan memiliki rumah.
Selain itu, masyarakat di daerah pedesaan dan pesisir masih banyak yang hidup dalam kondisi rumah tidak layak huni. Kondisi demikian semakin diperparah lantaran keterbatasan pilihan pembiayaan perumahan yang terjangkau, baik untuk masa kini maupun mendatang.
Program-program yang ada saat ini masih belum cukup efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Atas dasar itu, Indonesia Business Council (IBC) menyusun buku putih bertajuk 15 Rekomendasi Paket Kebijakan untuk Mendukung Agenda Pembangunan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2024-2029.
Buku putih tersebut merangkum sejumlah usulan, salah satunya terkait kebijakan penyediaan hunian. Ada tiga usulan kebijakan yang diterbitkan oleh IBC dalam hal hunian. Pertama, pemerintah perlu lebih gencar melakukan perbaikan tata ruang, pemanfaatan lahan sekaligus memberikan kemudahan perizinan dalam pembangunan perumahan.
Kedua, pengembangan berbagai program pembiayaan inovatif untuk penyediaan hunian terjangkau, serta bantuan perbaikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang perlu terus ditingkatkan.
Ketiga, peningkatan kualitas dan jangkauan transportasi publik juga menjadi kunci dalam mengatasi masalah perumahan. Jika mobilitas masyarakat bisa lebih baik, masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan lokasi hunian yang terjangkau, sehingga mengurangi tekanan pada wilayah perkotaan.