Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan beberapa bank asing dari AS, Australia, dan negara di Eropa sulit bersaing dengan bank lokal Indonesia. Hal ini yang menyebabkan mereka menutup sejumlah lini bisnis di Indonesia dan menjual asetnya ke bank swasta nasional.
Meski begitu, bank asing asal Asia malah aktif masuk mengakuisisi bank-bank swasta dalam negeri. “Mereka memiliki long term view, Indonesia merupakan perekonomian terbesar di Asia Tenggara,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam FGD Komisioner OJK dengan Redaktur Media Massa, di Jakarta pada Selasa, 8 Oktober.
Saat ini, kelompok bank asing hanya menyumbang 5,64% porsi keseluruhan laba perbankan Indonesia atau Rp7,13 triliun per semester I-2024. Sedangkan porsi terbesar masih dikuasai bank persero (51,4%) sebesar Rp65,03 triliun dan swasta (37,01%) sebesar Rp46,83 triliun.
Selain itu, bank asing seringkali menghadapi tantangan likuiditas yang terbatas yang berakibat pada sulitnya melakukan ekspansi bisnis dan penyaluran kredit. Dalam kasus terbaru Bank Commonwealth Indonesia yang diakuisisi OCBC NISP per September 2024.
Menurut Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, kinerja Bank Commonwealth tidak sebaik bank-bank lokal. Laporan akhir tahun 2023 Bank Commonwealth menunjukkan, bank asal Australia ini membukukan rugi hingga Rp788,68 miliar.
Di sisi lain, dalam kurun lima tahun terakhir, bank asal Korea Selatan dan Thailand tercatat agresif ekspansi ke pasar perbankan Indonesia. Dari Korea Selatan, Industrial Bank of Korea (IBK) menjadi pemegang saham pengendali Bank Agris pada 2019. Kemudian KB Bukopin adalah bank hasil akuisisi Kookmin Bank terhadap Bank Bukopin pada 2021.
Sedangkan dua bank asal Thailand yang masuk jajaran bank dengan kinerja terbaik se-Asia Tenggara yaitu Bangkok Bank dan Kasikornbank berturut-turut mengakuisisi bank swasta Bank Permata pada 2020 dan Bank Maspion pada 2022.