Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menyebutkan perputaran uang transaksi judi online (judol) berkurang drastis sepanjang 2025. Tahun lalu perputaran mencapai Rp359 triliun, tapi sampai 6 November berkurang tinggal Rp155 triliun.
“Angkanya turun 57% dibandingkan tahun lalu,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/11).
Penurunan transaksi judol itu turut berpengaruh terhadap penurunan deposit dari pemain judol. Pada 2024, total jumlah deposit para pemain judi online Rp 51 triliun. Tahun ini nilainya menjadi Rp 24,9 triliun atau turun 45% lebih.
“Ini tentunya berkat kolaborasi kami semua, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital,” kata dia.
Upaya melawan judol itu dilakukan lewat pemblokiran situs dan konten judol. Komdigi menutup 2,45 miliar situs dan 2,16 juta konten judol sepanjang 20 Oktober-2 November 2025, sehingga akses terhadap situs judol berkurang 70%. PPATK juga ikut memblokir rekening-rekening yang terafiliasi bandar dan situs judol.
Ivan menyebutkan 80% pemain judol merupakan masyarakat dengan penghasilan Rp5 juta ke bawah per bulan. Dibandingkan 2024, jumlah pemain dengan kategori penghasilan rendah berkurang 67,92%. Secara keseluruhan, jumlah pemain judi online berkurang 68,32% dibandingkan dengan tahun lalu.
Ivan mengatakan perang terhadap judi online amat penting karena kejahatan ini merusak ekonomi rumah tangga. PPATK bahkan menemukan sekitar 2% pemain judi online berusia di bawah 10 tahun, atau sekitar 80.000 anak-anak yang sudah terekspos.
”Kita bicara tentang problem sosial yang nyata. Banyak keluarga kehilangan tabungan, rumah tangga hancur, bahkan anak-anak terpapar. Ini bukan hanya sekadar isu kriminalitas digital, melainkan juga masalah kemanusiaan yang menuntut empati dan aksi bersama,” urai Ivan.
Terlebih, aliran dana judol amat terkait dengan tindakan pencucian uang hasil kejahatan lainnya.
”Aliran dana hasil judi online kerap terkait dengan kejahatan lain seperti penipuan, narkotika, dan perdagangan orang. Ini membuktikan bahwa judi online adalah simpul dari berbagai kejahatan lintas sektor,” jelas Ivan.
Transaksi Tembus Rp1.000 Triliun
Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, berdasarkan data PPATK, nilai perputaran dana dari aktivitas judi online sejak 2017 hingga Kuartal III 2025 telah menembus Rp1.032 triliun, dengan lebih dari 259 juta kali transaksi.
”Angka ini luar biasa besar. Lebih memprihatinkan lagi, setiap rupiah di dalamnya adalah hasil jerih payah rakyat uang dari masyarakat menengah ke bawah yang tersedot oleh jaringan kejahatan yang bersembunyi di balik layar gawai kita,” ujarnya, dalam kegiatan Diseminasi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2025 di Kantor PPATK, Jakarta, 4 November.
Menurut Yusril, yang juga menjabat Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi itu, fenomena judi online dan TPPU bagaikan dua sisi mata uang kejahatan yang saling menguatkan. Modus pencucian uang kini semakin kompleks, menggunakan rekening hasil jual beli, e-wallet, aset kripto, hingga payment gateway lintas negara.
”Kita tidak boleh lagi memandang judi online hanya sebagai pelanggaran moral. Ia adalah pintu masuk bagi kejahatan finansial terorganisir," ucapnya.
"Setiap uang haram yang berhasil dicuci akan menjadi bahan bakar bagi kejahatan berikutnya, dan setiap uang haram yang berhasil kita bekukan adalah langkah nyata menjaga masa depan generasi kita,” cetus Yusril.