Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat kasus kekerasan di sekolah menunjukkan tren meningkat. Dari 285 kasus pada 2023, menjadi 573 pada tahun berikutnya. 

Dari catatan 2020-2024, kekerasan seksual dan perundungan menjadi kasus yang paling sering ditemukan. Bahkan beberapa waktu lalu, publik mendapat kabar duka dari salah satu SMP negeri di Tangerang Selatan, usai seorang siswa yang diduga korban perundungan berakhir tewas.

Latar belakang pelaku kekerasan di sekolah cukup beragam. Temuan JPPI, hampir setengah dari total kasus, pelakunya adalah guru. Sementara, peserta didik menjadi pihak yang paling sering menjadi korban. Akan tetapi, pada 10,2% kasus, guru yang menjadi korban.

Masih dari laporan JPPI, sebagian besar orang tua merasa tidak puas dengan penanganan kasus kekerasan di sekolah. Hal ini mendorong banyaknya kasus yang akhirnya dilimpahkan ke pihak kepolisian. 

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI menyatakan segera menyempurnakan regulasi terkait pencegahan kekerasan di sekolah. Aturan yang dimaksud adalah Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023. Nantinya penyempurnaan akan melibatkan murid, guru, dan keluarga untuk merumuskan solusi.

Menteri Dikdasmen Abdul Mu’ti juga berkata, pihaknya tengah menyiapkan regulasi baru untuk menangani maraknya kasus kekerasan di sekolah. “Regulasi baru akan dibuat dengan pendekatan yang lebih humanis dan partisipatif,” kata dia di Jakarta.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Antoineta Amosella