Memasuki penghujung 2025, likuiditas perbankan nasional berada dalam kondisi sangat longgar. Ruang ekspansi kredit terbuka lebar, ditopang rasio loan to deposit ratio (LDR) industri yang masih di kisaran 84%, jauh di bawah batas atas yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) sebesar 91%. Kondisi ini memberi bantalan kuat bagi perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit pada 2026.

Melonggarnya likuditas dilatarbelakangi oleh dukungan kombinasi kebijakan pro-growth pemerintah dan bank sentral, serta aktivitas moneter yang menjaga likuiditas tetap ample di sistem keuangan. Dari sisi kebijakan moneter, relaksasi giro wajib minimum (GWM), penurunan BI Rate, hingga normalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) turut memperkuat kapasitas pendanaan bank.

Dampaknya, perbankan mulai mampu menekan cost of fund ke level yang lebih rendah dibandingkan 2024. Namun, tantangan utama saat ini bukan pada ketersediaan likuiditas, melainkan serapan kredit. Tingginya undisbursed loan mencerminkan sikap wait and see debitur, di tengah tekanan daya beli, terutama pada kelompok menengah bawah. Likuiditas tersedia, tetapi permintaan kredit belum sepenuhnya optimal

Di sisi lain, fondasi industri perbankan tetap solid. Rasio kecukupan modal (CAR) bertahan di kisaran 26%, sementara rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga pada level 2,2–2,4%. Ke depan, sinergi kebijakan fiskal–moneter dan pembiayaan APBN 2026 diharapkan mampu menggerakkan sektor riil sehingga penyaluran kredit dapat mengalir lebih deras.

Berdasarkan hal tersebut, Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun depan di rentang 9–11% atau berada di high single digit atau low double digit.

Ketua Umum Perbanas, Hery Gunardi menegaskan kondisi likuiditas yang longgar menjadi modal penting bagi industri perbankan. Dengan likuiditas yang ample dan cost of fund yang mulai turun, bank pada dasarnya siap menyalurkan kredit lebih agresif. Tantangannya kini ada pada pemulihan permintaan dan aktivitas sektor riil

“Harapannya tahun depan kalau nanti akan banyak fiscal policy dan juga monetary policy bersamaan juga dengan apa yang dilakukan dari sisi pembiayaan APBN oleh pemerintah, kementerian keuangan dan seterusnya, sektor riil akan bergerak. Kalau sektor riil bergerak, kredit perbankan juga akan ikut mendukung hal itu,” ujarnya

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.