Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan Hukumnya Ini Penting Diketahui

Pexels
Ilustrasi, berbuka puasa.
Penulis: Ghina Aulia
Editor: Intan
12/3/2023, 07.35 WIB

Puasa merupakan agenda tahunan yang dinantikan oleh kaum Muslim. Dilaksanakan pada bulan Ramadan, momen tersebut menjadi hal yang istimewa bagi umat Islam.

Hal tersebut dibahas melalui kitab suci Al Quran maupun hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi. Berikut pembahasannya.

Diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌمُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلًّ فَيْهَ الشَّيَاطَيْنُ فَيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ

"Telah datang Bulan Ramadan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan," (HR. Ahmad).

Puasa juga memiliki syarat, rukun dan hal-hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya hal-hal yang membatalkan puasa.

Terkait dengan itu, kali ini kami akan membahas tentang hal-hal yang membatalkan puasa. Simak tulisan di bawah ini.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Hal-hal yang membatalkan puasa dibahas lengkap oleh Abu Syuja’ melalui Matan Al Ghoyah wa Taqrib, berikut pembahasannya.

1. Memasukkan sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja

Pada saat puasa, tidak diperbolehkan memasukkan benda atau barang apapun ke dalam tubuh dengan sengaja. Tepatnya ke dalam lubang berpangkal pada bagian dalam tubuh (jauf). Misalnya mulut, hidung, dan telinga. Apabila dilakukan secara tidak sengaja, puasa tetap dianggap sah.

Lubang jauf juga memiliki batasan. Ketika ada benda yang melewati batas tersebut, maka puasa akan dianggap batal. Demikian apabila belum melewatinya, puasa akan tetap dianggap sah. Misalnya ketika mengupil, maka puasa tidak dianggap batal. Diketahui bahwa lubang hidung disebut sebagai muntaha khasyum atau pangkal insang.

2. Berobat dengan memasukkan obat atau benda melalui qubul dan dubur

Qubul merupakan lubang bagian depan pada tubuh. Sementara itu, dubur ialah bagian belakang. Biasanya proses pengobatan ini dilakukan oleh orang yang menderita ambeien hingga diperlukannya pemasangan kateter urin.

Melansir dari situs NU Online, hal ini terbagi menjadi lima. Lantaran, kriterianya beragam. Maka dari itu, masing-masing dibahas agar tidak terjadi kekeliruan. Berikut pembahasannya.
الفِطْرُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ

Puasa menjadi batal sebab adanya sesuatu yang masuk (ke dalam tubuh), bukan sebab sesuatu yang keluar (dari tubuh). (Al-Kasani, Bada’ius Shana’i, juz 2, halaman 92)

العِبْرَةُ بِالْوُصُوْلِ إِلَى الْجَوْفِ أَوِ الدِّمَاغِ مِنَ الْمَخَارِقِ الْأَصْلِيَّةِ، كَالْأَنْفِ وَالْأُذُنِ وَالدُّبُرِ

Yang menjadi patokan adalah sampainya sesuatu ke dalam perut atau otak melalui lubang asli, seperti hidung, telinga, dan dubur. (Imam Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz 2, halaman 356)

وُجُوْدُ الْأَكْلِ صُوْرَةً يَكْفِيْ لِفَسَادِ الصَّوْمِ، حَتَّى لَوْ أَكَلَ حَصَاةً أَوْ نُوَاةً أَوْ خَشَبًا أَوْ حَشِيْشًا أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ مِمَّا لَا يُؤْكَلُ عَادَةً وَلَا يَحْصُلُ بِهِ قَوَامُ الْبَدَنِ، يُفْسِدُ الصَّوْمَ

Adanya bentuk kegiatan makan dapat membatalkan puasa, sekalipun jika seseorang makan kerikil, biji, kayu, rumput, atau yang sejenisnya, yaitu sesuatu yang tidak biasa dimakan, dan tidak dapat memperkuat tubuh, dapat membatalkan puasa. (Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 6, halaman 315)

وُجُوْدُ الْجِمَاعِ مِنْ حَيْثُ الْمَعْنَى كَافٍ لِفَسَادِ الصَّوْمِ، حَتَّى لَوْ جَامَعَ امْرَأَتَهُ فِيْمَا دُوْنَ الْفَرْجِ فَأَنْزَلَ، أَوْ بَاشَرَهَا أَوْ قَبَّلَهَا أَوْ لَمِسَهَا بِشَهْوَةٍ فَأَنْزَلَ، يَفْسُدُ صَوْمُهُ

Adanya makna jima’ dapat membatalkan puasa, bahkan jika seseorang menggauli istrinya pada selain kemaluannya lalu keluar sperma, merabanya, menciumnya, atau menyentuhnya dengan syahwat lalu keluar sperma, maka puasanya menjadi batal. (Al-Syairozi, Al-Tanbih, juz 1, halaman 66)

وُصُوْلُ أَثَرِ الشَّيْءِ لَا عَيْنِهِ إِلَى الْحَلَقِ لَا يُفْسِدُ الصَّوْمَ

Sampainya efek dari sesuatu, bukan dzatnya, ke tenggorokan tidak membatalkan puasa. (Imam Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz 2, halaman 357).

Berdasarkan lima kriteria tersebut, tindakan medis yang mungkin dilakukan misalnya menggunakan inhaler dan semprot asma, endoskopi, menghirup oksigen, enema, injeksi, donor darah, hingga memasukkan spekulum dan loop ke dalam Rahim.

3. Muntah dengan sengaja

Hal-hal yang membatalkan puasa berikutnya adalah muntah dengan sengaja. Namun, apabila memang ada dorongan untuk muntah seperti masalah pencernaan, maka muntah tidak akan menjadi masalah.

Penjelasan ini termuat di dalam kitab Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah. Menurutnya, maksud dari terdorong untuk muntah adalah muntah tanpa disengaja dan termasuk bersifat terpaksa.

Tak hanya itu, salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi juga membahas tentang hukumnya. “Barangsiapa terdorong untuk muntah, maka tidak akan qadha baginya. Dan barangsiapa sengaja muntah, maka hendaknya mengqadha puasanya.”

4. Melakukan hubungan suami istri di siang hari saat puasa dengan sengaja

Puasa tidak hanya tentang menahan nafsu makan. Melainkan segala nafsu duniawi yang bisa membatalkannya. Salah satunya adalah berhubungan suami istri. Masih mengutip dari NU Online, diketahui bahwa hal ini mengharuskan Anda melakukan denda (kafarat) di luar bulan Ramadan. Bisa dengan berpuasa atau memberi makan sejumlah takaran beras kepada 60 fakir miskin.

Melansir dari situs Muhammadiyah, berikut penjelasan mengenai hukum berhubungan intim pada siang hari di bulan Ramadan.

Rasulullah Saw bersabda: “Diangkat (hukum atau dosa) dari umatku karena sikap (keliru), karena lupa atau karena dipaksa” (HR. Ibnu Hibban). Ada pula hadis lain yang berbunyi: “Barangsiapa berbuka puasa pada suatu hari dari hari-hari bulan Ramadan karena lupa, maka ia tidak wajib qadha dan tidak pula wajib membayar kifarat.” (HR. Daruquthni).

Begitu pula dalam hadis ‘Umar Ibn al-Khattab diriwayatkan bahwa beliau berkata, “Pada suatu hari saya merasa birahi, lalu saya mencium [istri saya], lalu saya datang kepada Nabi saw dan mengatakan, ‘Saya hari ini telah melakukan hal yang gawat. Saya mencium istri saya ketika sedang puasa.’ Lalu Nabi saw balik bertanya, ‘Bagaimana kalau engkau berkumur-kumur dengan air ketika puasa?’ Aku menjawab, ‘Tidak apa-apa.’ Lalu Nabi saw menimpali, ‘Kalau begitu kenapa bertanya’?” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Artinya berciuman tidak membatalkan puasa.

5. Keluar air mani atau sperma karena bersentuhan kulit

Berhubungan dengan poin sebelumnya, hal-hal yang membatalkan puasa ini dapat dipicu oleh bersentuhan dengan orang lain. Maka dari itu, sebaiknya menghindari hal demikian. Misalnya seperti berpelukan, melakukan ciuman, dan semacamnya.

Meski tidak secara langsung menyebabkan keluar air mani, tetapi dapat menjadi pemicu. Berikut hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Nabi saw dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi saw mencium ketika berpuasa dan berpelukan ketika berpuasa, namun beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan birahinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

6. Haid atau nifas di siang hari saat berpuasa

Hal-hal yang membatalkan puasa selanjutnya adalah perempuan yang mengalami haid dan nifas. Diketahui bahwa haid merupakan menstruasi yang umumnya terjadi setiap bulan. Sementara itu, nifas biasa dialami wanita setelah melahirkan. Dilansir dari Konsultasi Syariah, berikut penjelasannya.

Diharamkan berpuasa bagi wanita haid dan nifas, dan wajib bagi wanita itu meng-qadha hari-hari puasa pada hari-hari lain berdasarkan hadits dalam Ash-Shahihain, dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ia berkata, “Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”, ia mengucapkan hal itu karena ditanya oleh seorang wanita, “Kenapa wanita haid harus mengqadha puasa, tapi tidak mengqadha shalat?” Kemudian, Aisyah radhiallahu ‘anha menerangkan, bahwa hal ini adalah petunjuk yang harus diikuti berdasarkan nash.

7. Mengalami gangguan jiwa atau gila (junun)

Penyebab batalnya puasa salah satunya adalah mengalami gangguan jiwa, atau juga bisa disebut dengan junun. Hal ini dibahas di dalam surat Al -Baqarah ayat 185.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“ .. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” [Al-Baqarah/2 : 185]

Namun, mereka masih memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa di luar bulan Ramadan. Apabila penyakit kejiwaan tersebut bersifat berkelanjutan dan kemungkinan pulih yang kecil, maka bisa dilakukan dengan memberi makan orang miskin yang disesuaikan dengan berapa hari puasa yang ditinggalkan.

8. Murtad atau keluar dari agama Islam

Murtad merupakan sebutan bagi orang yang keluar dari agama Islam. Ketika tidak lagi menjadi seorang muslim, maka bukan hal yang wajib baginya untuk berpuasa.

Tepatnya ketika pada siang hari dan saat berpuasa, orang tersebut menjadi murtad, maka puasanya tidak dianggap sah dan batal.

Itulah penjelasan mengenai hal-hal yang membatalkan puasa. Dari pembahasan tersebut, ada yang bersifat bisa dihindari dan sudah pasti terjadi.