Sejarah keberadaan Wali Songo, terutama di tanah Jawa, memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Salah satu tokoh yang terkenal dari sembilan wali tersebut adalah Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan, yang lebih dikenal sebagai Sunan Kudus.
Sunan Kudus adalah salah satu ulama dari Wali Songo yang berperan dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Sunan Kudus terkenal karena kemampuannya menyebarkan agama Islam melalui pendekatan kebudayaan, tanpa menggunakan kekerasan.
Dengan pendekatan yang lembut dan bijaksana, Sunan Kudus berhasil menarik perhatian masyarakat Jawa untuk menerima ajaran Islam. Pendekatan ini meliputi penggunaan budaya lokal, seperti seni, bahasa, dan tradisi, untuk menyampaikan pesan-pesan Islam kepada masyarakat setempat. Hal ini membantu mempercepat proses konversi agama tanpa menimbulkan konflik atau ketegangan.
Sunan Kudus merupakan contoh dari bagaimana dakwah Islam dapat dilakukan dengan cara yang damai dan menghormati budaya setempat, sehingga memungkinkan penyebaran agama Islam yang harmonis di Indonesia. Berkaitan dengan itu, menarik mengetahui sosok Sunan Kudus lebih jauh. Berikut ini biografi Sunan Kudus.
Riwayat Hidup Sunan Kudus
Sunan Kudus, yang bernama asli Ja'far Shadiq, merupakan salah satu penyebar Islam terkemuka di Pulau Jawa, terutama di daerah Kudus, Jawa Tengah. Beliau memiliki garis keturunan mulia yang menghubungkannya langsung dengan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Husain bin Ali.
Meskipun dikenal dengan nama Kudus, Sunan Kudus sebenarnya bukan berasal dari tanah Jawa. Beliau lahir dan dibesarkan di Al-Quds, Palestina.
Perjalanannya menuju Tanah Jawa mengantarkannya pada peran penting dalam menyebarkan agama Islam. Beliau membangun Masjid Menara Kudus yang ikonik, mengislamkan masyarakat setempat, dan mengembangkan ekonomi di wilayah tersebut.
Sunan Kudus juga dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan adil, sehingga mendapat banyak pengikut dan dihormati oleh masyarakat.
Sebelum menjadi Sunan Kudus, beliau merupakan putra dari Raden Utsman Haji, yang juga dikenal sebagai Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Ibunya adalah Syarifah Dewi Rahil, putri Sunan Bonang.
Catatan sejarah Jawa menyebutkan bahwa Raden Utsman Haji pernah memimpin pasukan Majapahit, dan Sunan Ngundung, yang merupakan senopati Demak, gugur dalam pertempuran melawan Raden Husain atau Adipati Terung dari Majapahit. Sunan Kudus kemudian menggantikan ayahnya sebagai senopati Demak.
Metode Dakwah Sunan Kudus dalam Menyebarkan Islam
Sunan Kudus menyebarkan Islam di Jawa ketika mayoritas penduduknya masih beragama Hindu dan Buddha, bahkan banyak yang masih memegang teguh tradisi leluhur.
Oleh karena itu, Sunan Kudus menekankan toleransi sebagai pendekatannya untuk menjangkau masyarakat Kudus. Pendekatan ini terbukti berhasil menarik banyak orang untuk memeluk Islam.
1. Berdakwah Melalui Budaya
Sunan Kudus memilih pendekatan dakwah yang mengapresiasi budaya lokal. Salah satu strateginya adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu-Buddha yang sudah familiar bagi masyarakat Kudus. Hal ini terlihat jelas pada arsitektur Masjid Kudus, peninggalan Sunan Kudus yang terkenal.
Bentuk menara masjid yang menyerupai candi Hindu dan beberapa detail arsitektur lainnya menunjukkan pengaruh Buddha. Contohnya adalah padasan atau pancuran untuk berwudhu yang dibuat dengan memasukkan unsur ajaran Buddha.
Pendekatan ini terbukti efektif dalam menarik masyarakat untuk datang ke masjid dan mendengarkan dakwah Sunan Kudus. Sunan Kudus juga dikenal dengan sikapnya yang lunak terhadap tradisi lokal.
Ia tidak memaksa masyarakat untuk meninggalkan kepercayaan mereka secara langsung, melainkan melakukan penyesuaian dengan memasukkan ajaran Islam secara perlahan. Contohnya adalah tradisi tujuh bulanan yang diubah dengan menekankan rasa syukur kepada Allah SWT.
Selain itu, Sunan Kudus juga menggunakan berbagai media kreatif dalam dakwahnya, seperti cerita berseri, seni suara, dan gending-gending seperti Maskumambang dan Mijil.
Cerita-cerita bertema tauhid dikemas dengan menarik dan mudah dipahami, sedangkan gending-gendingnya mengandung ajaran Islam yang dapat dipelajari dengan mudah oleh masyarakat.
2. Berdakwah dengan Sapi
Sunan Kudus dikenal dengan cara dakwahnya yang unik dan penuh toleransi. Salah satu metodenya yang paling menarik adalah penggunaan sapi bernama Kebo Gumarang untuk menarik perhatian masyarakat Hindu di Kudus.
Memahami mayoritas penduduk yang beragama Hindu dan memuliakan sapi, Sunan Kudus mengikat sapi tersebut di halaman masjid dan menghiasi dengan indah.
Orang-orang yang penasaran akan datang untuk melihat sapi tersebut, dan Sunan Kudus pun memanfaatkan momen ini untuk menyampaikan dakwahnya. Cara ini terbukti efektif untuk menarik minat masyarakat dan membuka jalan bagi mereka untuk mengenal Islam.
Sunan Kudus juga menunjukkan toleransinya dalam berdakwah. Ketika mengajarkan tentang kurban, beliau tidak menganjurkan masyarakat untuk menyembelih sapi, melainkan kerbau.
Hal ini dilakukan untuk menghormati kepercayaan masyarakat yang memuliakan sapi. Selain itu, Sunan Kudus menekankan bahwa kurban bukan lagi dimaksudkan sebagai sesajen, melainkan sebagai bentuk syukur kepada Allah.
Kebijaksanaan dan pendekatan budaya Sunan Kudus telah meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi Indonesia. Masjid Menara Kudus dan tradisi lokal yang diintegrasikan dengan dakwahnya menjadi bukti nyata kiprah beliau.
Melestarikan warisan ini bukan hanya tanggung jawab umat Islam, tetapi juga seluruh bangsa, sebagai pengingat akan nilai-nilai toleransi, akulturasi, dan perdamaian yang diajarkan Sunan Kudus. Mari kita jaga dan lestarikan warisan beliau sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.