Ketika menjalankan ibadah puasa, seringkali pula memikirkan hal-hal membatalkan puasa. Contohnya seperti bagaimana hukum menelan ludah saat puasa dan apabila ludah bercampur darah ketika gusi berdarah.
Hal ini pun membuat umat muslim mempertanyakan keabsahan puasanya. Dalam hal ini, para ulama telah sepakat bahwa menelan air ludah tidak termasuk dalam hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Namun terdapat ketentuan lain yang perlu diperhatikan terkait menelan ludah maupun meludah dalam Islam. Untuk mengetahuinya simak uraian berikut.
Hukum Menelan Ludah saat Puasa dan Apabila Ludah Bercampur Darah
Para ulama berpendapat bahwa karena menelan air ludah merupakan tindakan yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia, maka hal ini dikategorikan sebagai ya'tsuru al ihtiraz, yakni sesuatu yang sulit dihindari. Namun demikian, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al Majmu’.
وَاِنَّمَا لَا يَفْطُرُ بِثَلاَثَةِ شُرُوْطٍ (اَحَدُهَا) أَنْ يَتَمَحَّضَ الرِّيْقُ فَلَوِ اخْتَلَطَ بِغَيْرِهِ وَتَغَيَّرَ لَوْنُهُ أَفْطَرَ بِابْتِلاَعِهِ سَوَاءٌ كَانَ الْمُغَيِّرُ طَاهِرًا كَمَنْ فَتَلَ خِيْطًا مَصْبُوْغًا تَغَيَّرَ بِهِ رِيْقُهُ أَوْ نَجِسًا كَمَنْ دَمِيَتْ لِثَتُهُ
Artinya, “Menelan air ludah tidak akan membatalkan puasa asalkan memenuhi tiga syarat. Syarat pertama adalah air ludah yang ditelan haruslah ludah yang bersih atau murni. Jika air ludah yang ditelan sudah bercampur dengan zat lain dan mengubah warna, entah itu zat yang suci atau zat yang najis seperti darah yang keluar dari gusi, maka tindakan tersebut dapat membatalkan puasa.”
Berdasarkan penafsiran di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya, menelan air ludah yang bersih tidak akan membatalkan puasa, dengan catatan bahwa air ludah tersebut tidak bercampur dengan zat lain, baik yang suci maupun yang najis. Terkait dengan hukum menelan air ludah ketika gusi berdarah saat puasa, jika air ludah yang ditelan telah bercampur dengan zat lain, maka hal tersebut dapat membatalkan puasa, sesuai dengan penjelasan yang terdapat dalam kitab Khawasyai Syarwani wal 'Ubadi.
وَلَوْ ابْتَلَعَ رِيْقَهُ مُتَنَجِّساً ـ كَمَنْ دَمِيَتْ لِثَتُهٌ، وَلَمْ يَغْسِلْ فَمَّهُ، وَإِنِ ابْيَضَّ رِيْقُهُ ـ اَفْطَرَ
Artinya: “Jika seseorang menelan air liur yang tercemar (contohnya, air liur yang bercampur dengan darah dari gusi), maka ini akan membatalkan puasanya.”
Lebih jelasnya hukum menelan ludah saat puasa adalah tidak membatalkan. Namun harus dengan syarat bahwa air liur harus bersih, artinya tidak boleh bercampur dengan benda lain yang mengubah warnanya.
Sebagai contoh, jika seseorang menjahit dan memasukkan benang ke dalam mulutnya, lalu warna air liurnya terkontaminasi oleh pewarna benang tersebut sehingga tidak kembali bersih, maka hal itu akan membatalkan puasa.
Hukum menelan ludah saat puasa tidak membatalkan juga apabila air liur yang keluar dari tubuh sendiri dan tidak keluar dari bibir bagian luar, yang disebut sebagai batas ma'fu. Analoginya mirip dengan batasan luar wudhu dan shalat, yang juga berlaku dalam konteks berpuasa.
Misalnya, air liur yang sudah keluar dari tenggorokan, awalnya dianggap sebagai bagian luar. Namun, jika tertelan karena kebutuhan, selama tidak melewati bibir luar, maka itu tidak membatalkan puasa.
Lalu, menelan air liur harus dilakukan secara wajar sesuai dengan kebiasaan umum. Jika seseorang dengan sengaja mengumpulkan air liurnya sampai banyak, lalu ditelan secara besar-besaran pun dipertanyakan apakah itu akan membatalkan puasa.
Terdapat dua pendapat yang dikenal luas, namun yang paling kuat adalah bahwa itu tidak membatalkan puasa. Namun, jika peristiwa tersebut terjadi tanpa sengaja dan akhirnya terkumpul banyak, ulama sepakat bahwa itu tidak membatalkan puasa tanpa ada perbedaan pendapat.
Melansir dari NU Online dalam Fathul Mu'in dijelaskan bahwa ketika seseorang sedang menghadapi cobaan seperti darah keluar dari gusi yang kemudian bercampur dengan air ludah, maka menelan air ludah tersebut tidak akan membatalkan puasa. Hal ini karena situasi tersebut merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari.
وَيَظْهَرُ الْعَفْوُ عَمَّنْ اُبْتُلِيَ بِدَمِّ لِثَتِهِ بِحَيْثُ لَا يُمْكِنُهُ الْاِحْتِرَازُ عَنْهُ
Artinya: “Ada pengecualian (tidak sampai membatalkan puasa) bagi seseorang yang mengalami kesulitan karena gusi yang terus-menerus berdarah sehingga hal itu tidak dapat dihindari.”
Batasan "ibtila' (mendapat cobaan)" seperti yang dijelaskan dalam kitab Khasyiah Jamal adalah situasi yang terus-menerus hadir dan sulit untuk diatasi atau dihilangkan.
وَالْمُرَادُ بِالِابْتِلَاءِ بِذَلِكَ أَنْ يَكْثُرَ وُجُودُهُ بِحَيْثُ يَقِلُّ خُلُوُّهُ عَنْهُ
Artinya, “Ibtila merujuk pada kondisi yang tetap berlangsung dan sulit untuk dihilangkan.”
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa menelan air ludah yang bercampur dengan darah dari gusi saat berpuasa dapat membatalkan puasa. Namun, pengecualian berlaku bagi seseorang yang mengalami cobaan, yakni gusinya sering berdarah dan sulit untuk menghindari keadaan tersebut.
Demikian penjelasan mengenai hukum menelan ludah saat puasa dan bagaimana kriteria ludah yang membatalkan puasa.