Dalam karya tulis seperti cerpen, pada umumnya terdapat beberapa unsur intrinsik di dalamnya. Salah satunya yaitu sudut pandang yang merupakan arah pandang penulis dalam menyampaikan sebuah cerita.
Terdapat tiga jenis sudut pandang yaitu sudut pandang orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Ketika menggunakan sudut pandang orang pertama, penulis biasanya menggunakan kata aku atau saya
Dalam hal ini, penulis seolah-olah penulis terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita. Jenis sudut pandang ini terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu sudut pandang orang pertama pelaku utama dan pelaku sampingan.
Sudut pandang orang pertama pelaku utama sendiri merupakan sudut pandang dimana penulis seolah-olah masuk ke dalam cerita sebagai tokoh utama/tokoh sentral dalam cerita.
Bila ingin menggunakan sudut pandang ini, Anda bisa membaca berbagai macam contohnya agar lebih paham cara menuliskannya. Simak beberapa contohnya ini. ,
Contoh Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama
Berikut ini lima contoh yang bisa dipelajari agar paham cara menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama dalam karya tulis
Contoh 1
Aku masih menunggu di halte bus ini. Sudah hampir setengah jam bus yang kutunggu tak kunjung datang juga. Satu persatu orang-orang yang menunggu bersamaku mulai pergi seiring hadirnya bus yang mereka tuju. Setengah jam sudah berlalu, bus yang kutuju masih saja tak kunjung tiba. Hujan pun turun, dan aku masih menunggu di halte ini.
Contoh 2
Pagi ini begitu cerah hingga mampu mengubah suasana jiwaku yang tadinya penat karena setumpuk tugas yang masih terbengkalai menjadi sedikit meringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari tidurku dan bergegas mandi karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes Australia untuk mengumpulkan berita yang harus segera aku laporkan hari ini juga.
Contoh 3
“Pagi hari aku bangun dari tidur panjang yang telah melelapkanku, aku bergegas pergi ke kamar mandi untuk mandi sebelum berangkat ke sekolah. Setelah itu aku membereskan tempat tidur dan sarapan pagi terlebih dahulu, lalu setelah selesai sarapan barulah aku berangkat ke sekolah dan berpamitan kepada orang tua…”
Contoh 4
Aku menganggap diriku beruntung. Saat semua departemen lain memiliki konsentrasi dan penelitian yang begitu berbahaya, departemen tempatku bekerja hanyalah bagian kesejahteraan dari semua yang bekerja di sini.
Semua pekerja dari seluruh departemen yang membutuhkan pertolongan kesehatan bisa langsung mengunjungi klinik yang tak pernah tutup ini.
Pekerjaan harianku hanyalah melayani pasien, membuat resep dari dokter, mengecek persediaan obat, membersihkan peralatan pengobatan, dan satu yang paling kusenangi yaitu mengantarkan multivitamin dan suplemen ke semua departemen.
Itulah waktu di mana aku bisa melihat sedikit apa yang orang-orang berwajah serius ini lakukan di ruangan serba putih tertutup itu.
Troli setinggi pinggang yang kudorong saat ini untuk menjalankan tugas tersebut dirancang agar sama sekali tidak menimbulkan bunyi.
Entah apa yang dilakukan para engineer perancangnya di departemen ask and build namun benar-benar tak sedikitpun suara gesekan dari empat rodanya terdengar.
Dengannya saat aku membawa masuk troli ke setiap departemen, tak ada yang menyadari kehadiranku.
Pekerjaan ini memakan waktu tidak lebih dari dua jam sampai semua departemen mendapatkan stok multivitamin dan suplemen. Bahkan kadang aku bisa menyelesaikannya lebih cepat.
Waktu yang tersisa terkadang aku manfaatkan untuk berlama-lama di dua departemen terakhir di lantai enam dan tujuh.
Lantai enam adalah lantai departemen trans & energy yang merupakan tempat meninggalnya dua ilmuwan India. Sementara lantai tujuh merupakan departemen neuroscience.
Departemen paling atas merupakan tempat ternyaman bagiku. Karena yang diteliti adalah semua kompleksitas otak manusia, semua instrumen di laboratorium terkesan sederhana.
Ada tempat untuk melihat koleksi foto, beberapa sofa nyaman untuk melihat video, dan ada juga ruangan serba putih dengan dinding yang terlihat sepertinya empuk dengan lantai yang juga terlihat nyamannya seperti bantalan sofa.
Contoh 5
Bila dunia melihat milenial sebagai generasi gagal, itu tidak salah. Hal-hal dasar seperti membuka kaleng sarden, mengemas barang, menyalakan bara api; mereka kesusahan.
Belum lagi social anxiety, baperan, insomnia dini; semuanya diborong. Yang paling dibenci generasi sebelumnya, tentu, manajemen waktu yang buruk. Aku bagian dari generasi ini.
Pagi ini matahari cerah, ruangan kosan terasa lebih hangat bangun. Sinar matahari tidak benar-benar masuk karena terhalang gedung Gandaria 8 Tower.
Alarm berbunyi sejak pukul enam namun sejam kemudian baru bangkit.
Masuk kantor jam delapan. Jarak ke kantor bisa ditempuh dalam waktu 12 menit saja. Diawali dengan berjalan kaki dari Jalan Pandan menyebrang ke jalan Gandaria II.
Lalu, belok kiri ke Gandaria Tengah II dan tibalah di tujuan. Harusnya bisa masuk tepat jam delapan, kenyataanya tidak. Dasar millennial.
Setelah itu bukannya langsung bekerja malah sibuk buka sosial media.
Butuh asupan motivasi, itu yang terbersit. Rale L, hanya itu nama yang masih kental di memori. Menyesal tak kuminta nomor ponselnya.
Pulang kerja larut malam jum’at pekan lalu tidak pernah semenyenangkan itu. Jalanan di depan Menara BTN tidak begitu ramai.
Tanganku melambai kepada dua taksi yang melintas, keduanya lewat begitu saja. Lalu, taxi ketiga melambat dan berhenti ke sisi jalan tempat ku berdiri menunggu.
Satu langkah turun dari trotoar langsung mengantarkanku di depan pintu belakang.
Ku masuk dan mobil pun melaju di kawasan Harmoni. Punggung ini sudah terbebas dari tas ransel berisi laptop berat. Lega rasanya.